Yang lebih menarik, analisis fotometri warna menunjukkan komet tampak jauh lebih biru dibandingkan Matahari. Bersamaan dengan perubahan warna ini, para peneliti juga mendeteksi adanya percepatan non-gravitasi pada komet saat mendekati perihelion pada jarak 1,36 astronomical units (sekitar 203 juta kilometer).
Penjelasan Ilmiah di Balik Perilaku Aneh Komet
Meski sempat memicu spekulasi liar termasuk hipotesis alien, para astronom sepakat bahwa percepatan non-gravitasi ini merupakan bukti perilaku komet yang tidak biasa. Fenomena ini terjadi karena komet mulai mengeluarkan gas (outgassing) secara signifikan saat mendekati Matahari, menyebabkan hilangnya massa dan menghasilkan dorongan tambahan.
Menurut perhitungan Avi Loeb, astronom Harvard, komet diperkirakan kehilangan sekitar sepersepuluh massanya selama melintasi perihelion. Hilangnya massa dalam skala besar ini diharapkan dapat terdeteksi sebagai gumpalan gas besar di sekitar 3I/ATLAS pada bulan November dan Desember 2025.
Prospek Penelitian dan Observasi Lanjutan
Wahana antariksa JUICE milik European Space Agency yang sedang menuju Jupiter mungkin dapat mendeteksi hilangnya massa komet ini pada awal November. Namun, misteri utama masih belum terpecahkan: mengapa komet 3I/ATLAS mengalami peningkatan kecerahan yang jauh melebihi komet awan Oort pada jarak yang sama?
Para ilmuwan berspekulasi bahwa percepatan ini mungkin terkait dengan proses sublimasi air yang dihambat oleh pendinginan dari sublimasi karbon dioksida. Sebagai objek antarbintang ketiga yang dikonfirmasi, banyak aspek tentang 3I/ATLAS yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk memahami sepenuhnya perilaku komet antarbintang.
Artikel Terkait