Beda Sikap! KLH Segel Tambang Nikel di Raja Ampat, ESDM Malah Diam?

- Minggu, 08 Juni 2025 | 07:50 WIB
Beda Sikap! KLH Segel Tambang Nikel di Raja Ampat, ESDM Malah Diam?

PARADAPOS.COM - Empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, akhirnya mendapat sanksi tegas dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).


Langkah ini diambil menyusul temuan kerusakan lingkungan yang serius di sejumlah pulau kecil yang selama ini menjadi kawasan konservasi penting.


Berbeda dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terkesan pasif dalam menangani kasus serupa, KLH memilih bersikap tegas, tanpa kompromi.


Situasi ini menyoroti ketimpangan dalam penegakan hukum lingkungan antara dua kementerian yang seharusnya saling mendukung.


Banyak pihak mempertanyakan mengapa ESDM belum bertindak atas pelanggaran yang sama, terutama terhadap tiga perusahaan swasta yang diduga menjadi perusak utama ekosistem Raja Ampat.


KLH, lewat Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), resmi menghentikan aktivitas empat perusahaan tambang nikel yang terbukti melanggar aturan.


Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel (GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).


“Kami tidak akan ragu mencabut izin lingkungan jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangan resminya, Minggu (8/6/2025).


Penindakan ini merupakan hasil pengawasan langsung di lapangan yang dilakukan KLH pada akhir Mei 2025.


Menurut Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, pelanggaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan itu bukan hal sepele.


Ia menegaskan bahwa eksploitasi di wilayah pesisir dan pulau kecil tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan merupakan bentuk pengabaian terhadap keadilan lingkungan lintas generasi.


Prinsip kehati-hatian dan kelestarian menjadi dasar utama dalam penindakan yang dilakukan oleh KLH.


Dari hasil pengawasan, ditemukan bahwa PT ASP yang merupakan perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok, menjalankan operasi tambang seluas 746 hektare di Pulau Manuran.


Sayangnya, kegiatan tersebut tidak dilengkapi sistem pengelolaan limbah dan tidak memiliki manajemen lingkungan yang memadai.


Sebagai langkah awal, KLH memasang plang penghentian kegiatan sebagai tanda larangan beroperasi.

Halaman:

Komentar