“Sangat besar kemungkinan pembubaran Petral dulu itu juga hanya bagian dari politik pencitraan yang penuh kepalsuan dan kepura-puraan. Walau keberadaan Petral sudah tidak ada, tapi yang menjalankan fungsi ekonomi rente terhadap transaksi pembelian minyak negara tetap ada,” jelasnya.
Alih-alih hilang setelah Petral bubar. Ia mengatakan praktiknya hanya pindah tempat.
“Yang terjadi hanya berpindah tempat. Sedang orang orang pelakunyapun tetap ada dan aman menjalankan fungsi lamanya,” ucapnya.
Karena itu, ia menyerukan rakyat jangan mudah lagi percaya dengan apa yang nampak dan dikabarkan seolah baik.
Apalagi dari pernyataan para elit pejabat di media massa dan para buzzer di media sosial.
“Rakyat harus mencari sendiri realitas yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh elit-elit jahat yang kerjaannya seolah nampak baik di depan publik, tapi senantiasa tidak jujur dalam menyampaikan realitas fakta,” terangnya.
“Rakyat harus belajar dan terbiasa berpikir kritis lewat pemikiran skeptis. Terbiasa bertanya dan mencari tahu apa yang terjadi di belakang panggung sandiwara politik pencitraan dan sandiwara panggung penegakkan hukum dengan kepurapuraan,” tambah Henry.
Menurutnya, praktik demikian cukup terjadi di era Jokowi saja. Kini tidak perlu lagi.
“Rakyat perlu menuntut dan mendesak pemerintah agar semua laporan peristiwa penegakkan hukum itu dilakukan secara tuntas, secara detail, secara menyeluruh dan secara transparan. Rakyat jangan mau lagi jadi korban kebohongan kebohongan politik pencitraan dan pernyataan inkonsisten yang selama Pemerintahan Jokowi hingga kini sudah berulang ulang terjadi,” pungkasnya.
👇👇
TAGS2
Sumber: Fajar
Artikel Terkait
Kisah Pilu Kenzie Alfarizi: Bocah Jambi Hilang 2022, Diduga Dibawa Perempuan Tak Dikenal
Demo Ricuh di DPRD Kota Bogor, Mahasiswa Sorot Kinerja Sugeng IPW
Bilqis 4 Tahun Jadi Lebih Agresif Pasca Diculik: Kronologi & Proses Trauma Healing
Lippo Group Diduga Serobot Tanah Jusuf Kalla, 4 Jenderal TNI AD dan AL Dituding Bekingi