'Jokowi dan Gibran Diberi Karpet Merah Kekuasaan - Walau Melanggar Konstitusi'
Oleh: Ali Syarief
Akdemisi
Ketika hukum dibuat untuk ditaati oleh rakyat biasa tetapi diutak-atik demi kepentingan elite, maka di situlah letak kematian demokrasi.
Kasus Gibran Rakabuming Raka yang dengan mulus melenggang menjadi calon wakil presiden pada Pilpres 2024 adalah bukti nyata bahwa aturan hanya berlaku bagi mereka yang tak punya kuasa.
Sementara itu, bagi mereka yang dekat dengan kekuasaan, segala rintangan dapat disingkirkan, bahkan ketika melanggar konstitusi secara terang-terangan.
Pelanggaran Terang-terangan Terhadap UU Pemilu
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah dengan jelas menyatakan bahwa batas minimal usia bagi seseorang untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden adalah 40 tahun.
Gibran, yang lahir pada tahun 1987, jelas belum mencapai usia tersebut saat pendaftaran.
Namun, apa yang terjadi? Mahkamah Konstitusi (MK), yang seharusnya menjadi benteng terakhir dalam menegakkan aturan, justru mengubah ketentuan tersebut dengan dalih bahwa kepala daerah diperbolehkan maju meski belum mencapai batas usia.
Ironisnya, perubahan ini terjadi secara kilat dan terkesan dipesan khusus hanya untuk meloloskan Gibran.
Bahkan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam putusannya menyatakan bahwa MK telah melakukan pelanggaran etik berat, dan sebagai konsekuensinya, Ketua MK Anwar Usman dicopot dari jabatannya.
Namun, apa yang terjadi? Gibran tetap maju sebagai cawapres tanpa ada konsekuensi hukum atas putusan tersebut.
Ini adalah bukti nyata bahwa hukum telah ditekuk-tekuk demi kepentingan dinasti politik.
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Lord Acton, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.”
Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini—ketika kekuasaan terlalu terkonsentrasi pada satu keluarga, aturan pun dapat dipermainkan sesuka hati.
Jika hukum dapat diubah sesuka hati demi kepentingan segelintir orang, lalu di mana letak keadilan bagi rakyat?
Apakah anak seorang presiden memang memiliki keistimewaan lebih dibandingkan rakyat biasa?
Fenomena ini tidak hanya mencoreng integritas demokrasi Indonesia, tetapi juga membuktikan bahwa negeri ini sedang dikendalikan oleh oligarki politik yang menjadikan aturan sebagai alat kepentingan pribadi.
Artikel Terkait
5 Rekomendasi Kunci Kongres III Projo & Transformasi Dukungan ke Prabowo
Polisi Gerebek Tambang Emas Ilegal di Sungai Setingkat Riau, 7 Rakit Disita
Viral Folder Future House Hamish Daud & Sabrina Alatas: Fakta dan Klarifikasi Raisa
KKB Serang Warga di Yahukimo: Modus Pura-Pura Beli BBM & Kronologi Lengkap