Negara Boncos, Apakah Legalisasi Judi Kasino Bisa Jadi Solusi?

- Kamis, 15 Mei 2025 | 06:30 WIB
Negara Boncos, Apakah Legalisasi Judi Kasino Bisa Jadi Solusi?


Namun masa keemasan perjudian itu berakhir pada 1993, karena banyak penolakan dari masyarakat dan tokoh agama, termasuk MUI.


Di Jakarta, pada era Gubernur Ali Sadikin, perjudian pernah dilegalkan dan diatur dalam Surat Keputusan DKI Jakarta tanggal 26 Juli 1967 Nomor Bd. 9/1/5/1967. 


Surat keputusan itu mengizinkan beberapa lokasi untuk perjudian legal.


Ali Sadikin mengambil kebijakan itu karena dana pemerintah daerah sangat terbatas. 


Saat itu, dana hanya sekitar Rp 66 juta, sementara penduduk Jakarta sudah mencapai 3 juta jiwa.


Pendapatan dari perjudian sangat menggiurkan. Pada 1977, pemasukan mencapai Rp 122 miliar. 


Dana tersebut digunakan Ali Sadikin untuk program sosial dan pembangunan infrastruktur, seperti proyek jalan MH Thamrin.


Di Asia Tenggara, Malaysia adalah satu-satunya negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang melegalkan kasino. 


Kasino utama berada di Genting Highland Resort, yang dikelola oleh Genting Group.


Legalisasi kasino di Malaysia dimulai sejak 1953, tetapi hanya untuk turis asing. Penduduk Muslim asli Melayu dilarang berjudi.


Genting Highland Resort menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah Malaysia. 


Pendapatan berasal dari pajak atas hasil perjudian, bea mesin kasino, dan biaya tahunan.


Pada 2023, Genting Group mencatat pendapatan sebesar 6,42 miliar Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 24,7 triliun, dengan nilai tukar Rp 3.855,82 per 14 Mei 2025. 


Pendapatan ini berasal dari hotel, pariwisata, dan sebagian besar aktivitas perjudian.


Meski menjadi sumber pendapatan negara, keberadaan kasino di Malaysia masih kontroversial. Beberapa partai Islam di sana bahkan sedang berupaya menutup pusat perjudian tersebut.


Negara Defisit, Bukan Berarti Kasino Jadi Solusi


Hingga Februari 2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tercatat Rp76,4 triliun. Itu hanya 14,9 persen dari target APBN sebesar Rp513,6 triliun. 


Data Kementerian Keuangan menunjukkan PNBP ini turun 4,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, ketika mencapai rekor Rp80 triliun.


Sementara itu, defisit APBN mencapai Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).


Menanggapi hal ini, peneliti Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, memberikan pandangan tegas. 


Menurutnya, legalisasi kasino bukan solusi tepat untuk menaikkan PNBP.


Pemerintah seharusnya mengoptimalkan sumber PNBP lain yang belum dimaksimalkan, seperti sektor sumber daya alam nonmigas, termasuk batu bara dan nikel.


“Kalau kasino dilegalkan, ini bisa membuka pintu bagi legalisasi praktik ilegal lainnya, seperti judi online,” ujar Huda, Rabu (14/5/2025).


Huda juga menilai legalisasi kasino sulit terealisasi karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. 


Jika tetap ingin melakukannya, pemerintah harus merevisi peraturan terkait.


"Termasuk dilokalisir di satu tempat, seperti yang pernah diwacanakan, akan tetap terjadi penolakan baik dari sisi moral maupun hukum," tegasnya.


Dari sisi sosial, konsekuensi legalisasi kasino tetap berbahaya. Prof Bagong Suyanto, Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, khawatir masyarakat akan menganggap legalisasi kasino sebagai pembenaran berjudi.


Padahal, judi di Indonesia sudah dilarang dan diancam sanksi pidana, tetapi tetap marak, terutama judi online yang belum juga tuntas.


"Padahal pendekatannya (untuk melarang) sudah bermacam-macam seperti agama, hukum, tapi tetap enggak bisa," kata Bagong saat dihubungi.


Dia sepakat dengan Huda, legalisasi judi di Indonesia sangat sulit dilakukan. 


Pemerintah pun tidak akan mempertaruhkan legalisasi kasino hanya demi meningkatkan PNBP.


“Dengan situasi sekarang, pemerintah pasti tidak akan melegalkannya,” ujar Bagong.


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar