Gerakan Mahasiswa 98 dan Konflik Militer

- Selasa, 20 Mei 2025 | 14:00 WIB
Gerakan Mahasiswa 98 dan Konflik Militer


Konflik internal militer versi 1998 segera dilupakan karena para pelaku kini berada dalam satu barisan kekuasaan. Namun, pasca-Reformasi konflik masih berlanjut secara parsial. 


Hendro, Agum, dan Luhut terus mendiskreditkan Prabowo, seperti saat Pilpres 2009 ketika Prabowo menjadi Cawapres Megawati.


Menjelang Pilpres 2009, terbit biografi Letjen Purn Sintong Panjaitan yang memuat kritik dari Luhut B. Panjaitan terhadap Prabowo. 


Dalam konteks waktu itu, penerbitan biografi tersebut dapat dibaca sebagai upaya menghambat kemenangan Prabowo.


Tanda-tanda rekonsiliasi mulai terlihat pada periode kedua Jokowi (2019–2024), ketika dua yunior Prabowo di Kopassus, Lodewijk Paulus dan Andogo Wiradi, bergabung ke Partai Golkar. Keberadaan mereka menunjukkan bahwa konflik Prabowo dan Luhut bersifat parsial.


Bila ada konflik pun, itu belum sebanding dengan konflik ideologis Ali Murtopo dan Soemitro. Konflik Prabowo dan Luhut lebih tepat disebut “konflik internal kampungan,” istilah yang dilontarkan sendiri oleh LBP.


Marinir sebagai Katalis


Kosakata “kampungan” dirilis LBP sebagai respons terhadap pihak-pihak yang ingin memakzulkan Wapres Gibran, termasuk dari komunitas purnawirawan TNI. 


Petisi yang ditandatangani sejumlah purnawirawan, termasuk Jenderal Try Sutrisno, mendukung Prabowo tetapi meminta pemakzulan Gibran.


Gibran dianggap sebagai proxy Jokowi, sehingga purnawirawan ingin menepis bayang-bayang Jokowi dalam rezim Prabowo. 


Try Sutrisno adalah figur penting yang dihormati Prabowo, terbukti dari pengangkatan anak Try, Letjen Kunto Arief Wibowo, sebagai Pangkogabwilhan I.


Sebelum LBP, istilah “kampungan” juga pernah dilontarkan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak terhadap gerakan masyarakat sipil yang menolak revisi UU TNI. Jika riset kritis dianggap kampungan, apa lagi yang bisa diharapkan dari pemimpin semacam itu?


Kini, gerakan mahasiswa dapat bersinergi dengan komunitas purnawirawan TNI, seperti era 1998 ketika demonstran hanya bersedia dipandu oleh prajurit Marinir. 


Peran Letjen (Marinir) Soeharto, tokoh penting dalam petisi, kembali menguat. Ia dikenal sebagai pendukung setia Prabowo sejak awal.


Aliansi strategis mahasiswa dan purnawirawan bisa menjadi kekuatan moral dan politik. Tapi harus dipastikan bahwa ini tidak menjadi jalan bagi kembalinya dominasi militer dalam politik nasional. ***


Sumber: Inilah

Halaman:

Komentar