Namun, kata dia, ada pengembangan pelibatan masyarakat di luar kegiatan tersebut.
Ia menjelaskan dalam praktiknya masyarakat ikut membantu mengangkat material-material detonator yang expired dan rentan ke dalam lubang penghancuran dan menyerahkannya kepada prajurit TNI yang ada di dalamnya.
"Pembawaannya mungkin tidak sesuai dengan perlakuan yang seharusnya, saat diterima oleh prajurit TNI di dalam lubang penghancuran tersebut dengan kondisi material afkir yang tidak stabil serta rentan gesekan dan goncangan memicu ledakan itu terjadi," ujarnya.
Evaluasi pimpinan TNI AD
Ia mengatakan kejadian tersebut menjadi evaluasi dari pimpinan TNI AD.
Ke depan pemusnahan amunisi dan bahan peledak serta kegiatan berisiko lainnya tidak lagi melibatkan masyarakat sipil.
Semuanya, kata Wahyu, akan ditangani oleh satuan-satuan TNI AD sendiri seperti Polisi Militer, Zeni, Perbekalan Angkutan, Kesehatan dan Kewilayahan
"Upaya meminimalkan pelibatan personel juga akan dilakukan, dengan cara menggunakan teknologi seperti mini backhoe (excavator) untuk menggali lubang dan robot bom untuk membawa munisi/bahan peledak ke lubang penghancuran, juga alat perlengkapan lain yang dapat meminimalisir resiko yang ditimbulkan," katanya.
Sebelumnya, ledakan terjadi saat pemusnahan amunisi tidak layak milik TNI di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Senin, 12 Mei 2025.
Peristiwa itu menyebabkan 13 orang meninggal dunia, terdiri dari empat Anggota TNI dan sembilan warga sipil.
Sumber: CNN
Artikel Terkait
Kebijakan Jokowi dan Dampak Karpet Merah untuk WN China di Indonesia: Analisis Lengkap
Bripda Muhammad Seili Tersangka Pembunuhan Zahra Dilla: Motif Cinta Segitiga & Kronologi Lengkap
Gempa Agam Sumbar M 4.7 Hari Ini: Pusat, Kedalaman & Dampak Terkini 2025
Cak Imin Beri Paket Liburan ke Jakarta untuk Santri Korban Ambruk Masjid Sidoarjo