BUMN kebingungan, kontraktor asing berpesta. Dan anehnya, kekayaan keluarga Jokowi juga melonjak.
Anak-anaknya tiba-tiba jadi politisi dan pengusaha serba bisa. Menteri-menterinya pun harta bertambah, seolah ikut arisan rahasia di lingkaran istana.
Kebetulan? Atau memang rezim kerja-kerja-kerja ternyata berarti kerja untuk menambah isi dompet orang-orang dekat?
Bansos dan Konstitusi yang Dikoyak
Puncaknya, bansos miliaran dibagikan menjelang Pilpres 2024, jelas-jelas alat politik. Konstitusi pun diacak-acak demi meloloskan anaknya jadi cawapres.
Hari ini, si anak sudah resmi duduk sebagai wakil presiden, sementara rakyat disuruh percaya bahwa itu semua murni karena demokrasi.
Jokowi selalu piawai cuci tangan: “Yo ndak tahu, kok tanya saya.” Begitulah gaya khasnya.
Padahal, kalau logika hukum benar-benar jalan, cuci tangan pun tak bisa membersihkan jejak kejahatan politik.
Mengadili Jokowi
Bukan soal ada niat jahat atau tidak. Hukum tak peduli soal niat, yang dihitung adalah akibat.
Dan akibat kebijakan Jokowi nyata: hutang menggunung, alam rusak, rakyat miskin, oligarki gemuk.
Kalau orang kecil bisa dipenjara karena memperkaya orang lain, Jokowi pantas dapat “paket full service”: dari KPK, pengadilan tipikor, sampai pengadilan rakyat.
Jokowi mungkin akan dikenang sejarah sebagai presiden yang paling mahir membangun citra sekaligus paling lihai mengacak-ngacak fondasi republik.
Maka, memenjarakan Jokowi bukan sekadar fantasi politik—itu adalah ujian terakhir: apakah hukum di negeri ini masih punya nyali, atau benar-benar hanya jadi badut demokrasi.
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Viral Jokowi Gagal Salam Khas UGM, Netizen Soroti Status Alumni: Benarkah?
Jokowi Ditolak Salam di UGM? Ini Faktanya yang Bikin Heboh!
Prabowo Sindir Konten Podcast: Pintar tapi Sebar Kebencian?
Luhut Usul Dana Rp 50 Triliun untuk INA: Siapa Sebenarnya Pemilik Indonesia Investment Authority?