Akibatnya, ribuan posisi yang seharusnya diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) kini ditempati oleh anggota Polri aktif.
Hal ini tidak hanya menghilangkan ribuan kesempatan kerja bagi warga sipil, tetapi juga menciptakan paradoks di internal Polri sendiri.
"Di satu sisi masih membutuhkan 350.000 personil, tapi pada saat yang sama mengeluarkan 4.351. Kapan mau nyampai jumlah itu?" kritiknya.
Lebih jauh, Ponto menilai kebijakan ini telah secara efektif mengubah esensi Polri dari alat negara yang netral menjadi "alat presiden".
"Kepolisian itu sebetulnya bukan alat presiden, tapi alat negara," tegasnya.
Ketika penempatan tersebut didasarkan pada perintah presiden, maka keuntungan dari penempatan itu akan kembali kepada presiden sebagai pemerintah, bukan kepada negara secara institusional.
Hal ini menempatkan Polri dalam posisi yang sangat politis dan rentan disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan.***
Sumber: konteks
Artikel Terkait
Iwakum Kecam Teror pada Konten Kreator & Aktivis: Bentuk Pembungkaman Kritik yang Mengancam Demokrasi
Mahfud MD: Masyarakat Rindu Polisi Rakyat, Formulasi Reformasi Polri Ditarget Rampung Akhir Januari
Partai Demokrat Bantah SBY Dalang Isu Ijazah Palsu Jokowi: Klarifikasi Lengkap
Roy Suryo Apresiasi Lagu Slank Republik Fufufafa yang Sindir Penguasa, Siapa Sosoknya?