Omon-Omon Pemberantasan Korupsi di Rezim Prabowo: Dari Ampuni Koruptor hingga Bikin Penjara Khusus di Pulau Terpencil

- Senin, 17 Maret 2025 | 06:10 WIB
Omon-Omon Pemberantasan Korupsi di Rezim Prabowo: Dari Ampuni Koruptor hingga Bikin Penjara Khusus di Pulau Terpencil

PARADAPOS.COM - Pernyataan Presiden Prabowo Subianto kembali menuai kritik. Ia berencana membangun penjara khusus koruptor di pulau terpencil. 


Alasannya agar mereka tidak bisa kabur. Kalaupun mencoba, mereka akan berhadapan dengan hiu.


Namun, pernyataan ini justru dianggap menunjukkan ketidakjelasan kebijakan pemberantasan korupsi. 


Sebelumnya, Prabowo sempat menyatakan akan mengampuni koruptor jika mereka mengembalikan uangnya secara diam-diam.


Sejumlah pakar menilai, ketimbang membuat pernyataan bombastis, Prabowo seharusnya mengambil langkah nyata: dorong pengesahan UU Perampasan Aset, kembalikan independensi KPK, dan pastikan penegakan hukum yang konsisten.


Rencana Presiden Prabowo membuat penjara khusus koruptor ini disampaikan dalam acara peluncuran tunjangan guru ASN di Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2035). 


Prabowo menyebut korupsi menyengsarakan masyarakat, termasuk guru, dan mengklaim akan "mengusir" para koruptor.


"Saya akan bikin penjara yang kokoh di tempat terpencil. Mereka enggak bisa keluar malam hari. Kalau mau kabur, ketemu hiu," katanya.


Namun, menurut Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, pernyataan ini lebih bersifat retorika tanpa arah kebijakan yang jelas. 


Ini bukan pertama kalinya Prabowo bicara soal pemberantasan korupsi. Sebelumnya, ia juga pernah mengatakan akan mengejar koruptor sampai ke Antartika.


"Dari pidato ke pidato, tapi tanpa implementasi. Ini cuma jadi omon-omon (omong kosong)," kata Zaenur, Jumat (14/3/2025).


Zaenur menegaskan, penjara bukan solusi utama untuk memberantas korupsi. Akar masalahnya adalah faktor ekonomi. 


Maka, hukuman yang efektif bukan sekadar pemenjaraan, tetapi pemiskinan koruptor melalui pemulihan aset negara.


Zaenur mengaskan penjara khusus koruptor seperti Sukamiskin sudah ada. Tapi, korupsi tetap marak.


"Tapi kan itu juga tidak menyelesaikan masalah," ujarnya.


Pidana Ringan, Denda Rendah, dan Inkonsistensi Pemberantasan Korupsi


Hukuman bagi koruptor masih tergolong ringan. Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023 mencatat, rata-rata vonis pengadilan tindak pidana korupsi hanya 3 tahun 4 bulan penjara.


Sanksi denda juga belum memberi efek jera. Total denda yang dijatuhkan sepanjang 2023 hanya Rp 149 miliar, turun dari Rp 202 miliar pada 2021.


"Indonesia punya keterbatasan instrumen hukum untuk pemulihan aset. Selain itu, dendanya masih relatif rendah," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman.


Zaenur menilai, solusi utama bukan sekadar penjara, tapi penguatan regulasi. Revisi UU Tipikor dan pengesahan RUU Perampasan Aset mendesak dilakukan. 


Selain itu, reformasi aparat penegak hukum, terutama mengembalikan independensi KPK, harus menjadi prioritas.

Halaman:

Komentar