Mahfud MD dan Prabowo Singgung Kekuatan Besar Halangi Kejagung, Penyebab Kasus Fantastis Ini Mandeg!

- Senin, 19 Mei 2025 | 14:35 WIB
Mahfud MD dan Prabowo Singgung Kekuatan Besar Halangi Kejagung, Penyebab Kasus Fantastis Ini Mandeg!

PARADAPOS.COM - Pengungkapan kasus korupsi besar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di Indonesia menghadapi tantangan berat.


Ada kekuatan besar yang sengaja menghalangi dan menghambat kinerja Kejagung sehingga penanganan beberapa kasus besar berjalan mandeg.


Tidak hanya Kejagung, kekuatan besar tersebut juga tidak ingin Indonesia menjadi negara besar dan mandiri.


Kekuatan besar dalam bentuk oligarki dan asing tersebut disinggung oleh eks Menko Polhukam Mahfud MD dan Presiden Prabowo Subianto secara terpisah.


Dalam survei beberapa tahun terakhir Kejagung meraih kepercayaan tinggi dari publik atas kinerjanya dalam penegakan hukum dibanding KPK dan Polri.


Meski demikian, kata Mahfud MD, tidak mudah bagi Kejagung untuk memiliki keleluasaan dalam menangani hambatan politik dalam penegakan kasus besar.


Menurut Mahfud MD meski memiliki kepercayaan tinggi, bukan berarti Kejaksaan Agung bersih.


"Masih ada saja yang tidak bersih. Tapi mungkin ini institusi dinilai yang paling sedikit dosanya," kata Mahfud di acara Rosi yang tayang di Kompas TV, Sabtu (17/5/2025).


Mahfud juga mencontohkan seperti pada kasus korupsi Pertamina yang ditangani Kejaksaan Agung dan saat ini dirasa berhenti.


Ia menduga ada kekuatan, oligarki, atau jaringan besar, sehingga Presiden Prabowo merasa TNI harus turun.


"Anda tahu Pertamina? Wah kita kan bangga sekali ya buat Kejaksaan Agung. Pokoknya kita sikat sampai ke atas tidak berhenti. Di sini berhenti sekarang, gak ada pergerakan. Padahal dulu sudah nyebut nama orang ya X, Y, Z. Ini nanti targetnya. Enggak ada sekarang. Berarti kan ada hambatan di situ. Hambatan itu bukan hanya Polri. Mungkin sebuah kekuatan, oligarki besar, jaringan besar dan sebagainya. Sehingga Presiden merasa perlu ini harus TNI yang turun," katanya.


Karenanya sekalipun Mahfud MD tidak setuju Kejaksaan dijaga TNI secara permanen, namun ia memahami jika tentara ikut mengawal proses kasus korupsi supaya jangan ada backing di belakang sebuah kasus, sebagai komitmen pemberantasan korupsi. 


"Mungkin ya mungkin, ini pakai kunci Inggris aja dulu, kata Presiden, Kepres 63 itu. Mungkin, saya tidak tahu. Kan masyarakat masih bertanya," kata Mahfud.


Menurutnya kalau Presiden bicara ya masalahnya selesai.


"Ini presiden kan gak bicara bahwa saya yang nyuruh ini. Kalau tidak disuruh presiden kan tidak boleh menurut undang-undang kan gitu," kata Mahfud.


Karenanya Mahfud mensinyalir ada sesuatu yang menjadi bagian disain presiden dalam penegakkan hukum.


"Ya, hambatan kan ada 2. Satu di aparat penegak hukum yang membekingi preman, membekingi tambang ilegal, perampasan hak adat ilegal, Itu kan ada backing-nya, satu," papar Mahfud.


"Lalu yang kedua oligarki. Kalau sudah menyangkut oligarki tertentu, yang menyangkut kemudian mengatur mafia, gak jalan. Mungkin Presiden melihat itu. Dan dalam konteks ini, kalau saya ya memaklumi," kata Mahfud.


Meskipun Mahfud mengganggap pengerahan TNI ke kejaksaan tidak benar secara undang-undang.


"Tapi saya memaklumi sebagai satu langkah terobosan yang harus dilakukan daripada macet. Kira-kira begitulah," ujar Mahfud.


Halaman:

Komentar