Bahkan, temuan TGPF tersebut merupakan tonggak awal mula lembaga independen seperti Komnas Perempuan.
Ita mengungkapkan pernyataan Fadli tersebut juga wujud pembangkangan terhadap negara.
Pasalnya, sambung Ita, tragedi Mei 1998 termasuk dengan segala peristiwa di dalamnya seperti pemerkosaan massal sudah diakui negara sebagai pelanggaran HAM berat.
"Presiden Jokowi pun ada 2023 menetapkan 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Mei 1998, melalui rekomendasi PP HAM. Fadli sebagai menteri justru mengingkari keputusan negara," jelasnya.
Ita juga mengungkapkan kematian aktivis perempuan sekaligus korban pemerkosaan Mei 1998 yang bernama Ita Martadinata menjadi bukti adanya tindakan amoral tersebut.
Bahkan, dia juga mengaku ada sejumlah korban menghubunginya untuk bertanya apakah perlu untuk bertestimoni terkait peristiwa pemerkosaan yang dialaminya.
Menurutnya, beragam fakta tersebut menjadi bukti bahwa peristiwa pemerkosaan saat tragedi Mei 1998 benar-benar terjadi.
Sehingga, dia mendesak agar Fadli meminta maaf terkait pernyataannya yang menyebut tidak adanya pemerkosaan pada Mei 1998.
"Fadli bahkan membantah temuan TGPF yang diakui negara. Ini bentuk pengkhianatan terhadap korban," ujarnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut pernyataan Fadli Zon yang membantah adanya pemerkosaan massal 1998 ngawur.
Pasalnya tragedi pemerkosaan saat kerusuhan tahun 1998 bukanlah rumor karena sudah diakui negara.
"Saya kira itu bukan rumor dan kenapa bukan rumor? pertama, karena ada otoritasnya jadi kalau definisi rumor itu adalah semacam cerita atau laporan yang beredar luas di dalam masyarakat tanpa ada otoritas yang mengetahui kebenarannya secara faktual, ada otoritasnya," kata Usman.
Padahal, menurut Usman, peristiwa pemerkosaan massal dan kekerasan seksual terhadap perempuan di masa-masa kerusuhan Mei telah diputuskan secara bersama oleh Menteri Pertahanan, Panglima Angkatan Bersenjata, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun