Di satu sisi, pemerintahan Prabowo akan mendapat tambahan kekuatan dan legitimasi dengan merangkul basis pendukung Anies.
Di sisi lain, Anies dihadapkan pada dilema strategis: menerima jabatan prestisius sebagai orang nomor dua di republik atau mempertahankan idealismenya di jalur oposisi demi pertarungan yang lebih besar lima tahun mendatang.
Bagaimana Konstitusi Bicara?
Skenario penggantian wakil presiden di tengah masa jabatan bukanlah hal yang tidak mungkin, namun mekanismenya sangat rumit dan tidak sederhana.
UUD 1945 mengatur pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui proses pemakzulan (impeachment) yang panjang dan melibatkan tiga lembaga tinggi negara.
Berdasarkan Pasal 7A dan 7B UUD 1945, seorang wakil presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, atau perbuatan tercela, serta jika tidak lagi memenuhi syarat sebagai wapres.
Prosesnya harus diusulkan oleh DPR, diadili oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dan diputuskan dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri minimal 3/4 anggota dan disetujui 2/3 anggota yang hadir.
Satu-satunya jalan yang lebih memungkinkan adalah jika Gibran secara sukarela mengundurkan diri.
Jika terjadi kekosongan jabatan wakil presiden, Pasal 8 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden mengusulkan dua calon wakil presiden kepada MPR untuk dipilih.
Dalam konteks wacana Refly, di sinilah celah bagi Anies untuk masuk bisa terbuka, asalkan ada kesepakatan politik yang solid antara Prabowo dan para pimpinan partai koalisi.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Putri Candrawathi Dapat Remisi Natal 2025: Potongan Masa Hukuman 1 Bulan
Kasus Dana CSR BI: Perry Warjiyo Belum Disentuh KPK, Ini Analisis Hukum dan Daftar Tersangka Potensial
Harvey Moeis Dapat Remisi Natal 2025: Potongan Masa Pidana 1 Bulan, Ini Vonis 20 Tahun & Kerugian Rp300 Triliun
Kasus Ijazah Palsu Jokowi: Kapan Bareskrim Menetapkan Tersangka Setelah Hellyana?