Ia berbalik arah dan menjadi salah satu pendukung Prabowo-Gibran.
Ia menceritakan momen pertemuan pertamanya dengan pria yang dulu ia serang, yang terjadi pada Februari 2023. Momen itu mengubah segalanya.
"Saya ketemu dengan Pak Prabowo disambut dengan hangat kita makan bahkan saya dikasih sedikit orasi di dalam rumahnya," kenang Noel.
Ia mengaku terkejut dengan sosok Prabowo yang ia temui secara langsung.
Gambaran garang yang selama ini ada di benaknya luntur seketika.
"Saat itu pidatonya Pak Prabowo yang luar biasa kita kaget tentang gagasan soal mimpi besar Indonesia kemudian dia bicara soal demokrasi atas kemudian dia bicara tentang rekonsiliasi... ada hal yang menarik lagi menyampaikan hal-hal yang selain strategis dia seorang humoris Oh ya Jadi ya nggak seperti yang digambarkan publik selama ini," papar dia.
Noel merasionalisasi perubahan sikap politiknya dengan argumen tentang rekonsiliasi dan masa depan bangsa.
Baginya, seorang pemimpin yang baik harus bisa memaafkan, dan bangsa tidak boleh terus terjebak di masa lalu.
"Bagaimana kalau pemimpin yang bagus bangsa yang bagus dia harus bisa memaafkan selama itu kedua dia kalau kita masih hidup di masa lalu Kapan kita mau hidup di masa depan," ujarnya, memberikan justifikasi atas keputusannya menyeberang ke kubu lawan.
Keputusan itu berbuah manis dengan jabatan Wamenaker.
Namun, jabatan yang lahir dari sebuah rekonsiliasi politik itu kini justru ternoda oleh dugaan praktik pemerasan.
Ironisnya, pria yang dulu menuntut penegakan hukum atas lawannya, kini harus menghadapi proses hukum yang sama atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang diembannya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
ICW Sindir KPK Masuk Angin soal Bobby Nasution: Menantu Jokowi Belum Diperiksa Kasus Suap Proyek Jalan Rp165,8 M
Roy Suryo Tolak Mediasi Kasus Ijazah Jokowi: Tidak Ada Perdamaian dengan Kepalsuan
KPK Kembalikan Rp883 Miliar ke PT Taspen, Hasil Rampasan Kasus Korupsi Investasi Fiktif
Dewas KPK Akan Musyawarah Pemanggilan Bobby Nasution, Ini 3 Tuntutan KAMI