PARADAPOS.COM - Sebuah momen penuh ironi politik tersaji di Palu.
Di satu napas, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dengan gagah mengklaim partainya adalah "garda terdepan" yang akan melawan "bibit penyakit" di pemerintahan.
Namun, di napas berikutnya, ia bungkam seribu bahasa saat ditanya soal 'penyakit' paling nyata yang baru saja terungkap kasus korupsi via Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Wamenaker Immanuel Ebenezer.
Kontradiksi tajam antara retorika dan realita ini terjadi usai Bahlil membuka Musda Golkar Sulteng, Minggu (24/8/2025), dan menjadi sorotan tajam yang mempertanyakan standar ganda Partai Golkar dalam menyikapi isu korupsi.
Panggungnya sudah siap. Sebagai pemimpin partai yang memiliki 8 menteri dan 3 wamen di Kabinet Merah Putih, Bahlil diharapkan memberikan pernyataan tegas.
Media pun bertanya tentang langkah konkret Golkar untuk mencegah kadernya terjerat korupsi, berkaca dari kasus OTT yang menjadi skandal pertama di pemerintahan Prabowo-Gibran.
Namun, yang terjadi justru antiklimaks. Bahlil, yang juga menjabat Menteri ESDM, secara sadar memilih untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut.
Ia secara gamblang menolak berkomentar dan mengalihkan pembicaraan kembali ke urusan internal Musda. Sikap bungkam ini menciptakan keheningan yang sarat makna.
Retorika Gagah 'Garda Terdepan' Lawan 'Penyakit'
Ironisnya, keheningan itu tak berlangsung lama. Beberapa saat kemudian, Bahlil justru melontarkan pernyataan dengan retorika yang sangat kuat.
Ia menegaskan komitmen dan loyalitas tanpa syarat dari Golkar untuk pemerintahan saat ini.
"Kalau ada bibit penyakit mencoba untuk mengganggu stabilitas pemerintahan, maka garda terdepan yang akan mengganggu bibit penyakit itu adalah Partai Golkar," tegas Bahlil.
Pernyataan ini langsung memicu pertanyaan besar jika Golkar adalah garda terdepan melawan 'penyakit', mengapa pimpinannya justru menghindar saat ditanya tentang penyakit yang paling jelas di depan mata, yaitu korupsi? Korupsi adalah 'bibit penyakit' paling destruktif bagi stabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Akuntabilitas Publik vs. Manuver Politik
OTT KPK terhadap Immanuel Ebenezer adalah ujian pertama bagi integritas kabinet baru.
Publik menantikan sikap tegas dari para pemimpin partai koalisi sebagai bukti komitmen anti-korupsi mereka.
Pertanyaan kepada Bahlil adalah sebuah panggung bagi Golkar untuk menunjukkan kepemimpinan.
Namun, pilihan untuk bungkam bisa dibaca sebagai manuver politik untuk menjaga jarak aman—menghindari asosiasi negatif dengan skandal korupsi di awal pemerintahan.
Di sisi lain, sikap ini juga bisa dilihat sebagai pengabaian terhadap akuntabilitas publik.
Dengan 11 kader di posisi strategis, Golkar memiliki tanggung jawab moral yang besar untuk tidak hanya setia kepada presiden, tetapi juga kepada rakyat dalam pemberantasan korupsi.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Tercatat Punya Persoalan Hukum: Airlangga, Cak Imin dan Budi Arie Layak Ditendang dari Kabinet Merah Putih!
Ada Puluhan Ribu ‘Noel’ di Indonesia, Ekonom: Prabowo Tidak Perlu Kejar Koruptor Sampai ke Antartika!
Adian Napitupulu Hebohkan Media Sosial: Memberi Isyarat Menteri Ditangkap KPK!
Rektor UGM Tersandera Gagal Bayar Rp29 Miliar, Rismon: Siapa yang Bayar hingga Klaim Ijazah Jokowi Asli?