PARADAPOS.COM - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani menegaskan, bekas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi semestinya bukan hanya diperiksa oleh aparat penegak hukum, tetapi sudah harus dipidana. Julius menyebut nama Budi Arie sempat disebut sebagai menteri yang memberikan perintah, terkait pengamanan beberapa situs judi online (judol).
"Dan betul terbukti di dalam persidangan dan menjadi fakta persidangan, menjadi pertimbangan putusan nama Budi Arie disebut sebagai menteri yang memberikan perintah, arahan dan kemudian (mengambil) sebagian dari uang yang dihasilkan lewat pengamanan situs judol," kata Julius kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/9/2025).
"Jadi clear di situ sudah sepatutnya bukan hanya diperiksa, tapi bahkan dipidana Budi Arie ini. Jelas kasus ini," tegas Julius menambahkan.
Julius menekankan dalam perkara ini padahal sudah ada yang disidangkan dan divonis bersalah, kemudian pihak yang bersalah siapa saja dan aliran uangnya bagaimana sudah terpampang jelas di persidangan.
Ia menilai memang dalam kasus ini, terdapat beberapa terpidana dari beberapa pihak baik, pihak swasta, individu bahkan hingga pihak instansi di bawah Kominfo dan pihak Kominfo.
"Berstruktur dia, artinya dari tim teknis, aptika dan kemudian sampai ke unsur pimpinan eselon. Dengan modus menutup situs-situs judi online tertentu lalu mengamankan situs judol yang lainnya. Yang lainnya yang diamankan inilah yang kemudian memberikan sejumlah uang kepada jajaran instansi Kominfo," terangnya.
Kalau dari peristiwa itu, sambung Julius, maka jelas tindak pidana korupsi (tipikor) dan/atau suap dalam kasus judol bukan tindak pidana yang dapat dilakukan secara sepihak oleh swasta mengajukan kepada instansi.
Menurutnya, bukan juga hanya melibatkan satu atau dua oknum saja sehingga tidak mewakili instansi, tetapi hal ini sudah tersistematis ke dalam kinerja instansi Kominfo. Artinya, sudah terstruktur karena dilakukan mulai dari pihak-pihak pegawai teknis sampai pihak eselon yang bertugas sebagai pengambil keputusan.
"Jadi tidak mungkin tidak ada komando di sini, kalau struktur sudah jalan komandonya, kalau sistem sudah digunakan dan dimanfaatkan, maka tidak mungkin tidak ada unsur pimpinan terlebih lagi jumlahnya teramat besar lalu uangnya ditaruh di kantor," jelas Julius, menekankan.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Dugaan Mark Up Anggaran Legal di PT PLN: Dari Rp 15 M, yang Diterima hanya Rp 1,5 M
Usut Aliran Dana Kasus Kuota Haji, KPK Didesak Panggil Ketua PBNU hingga GP Ansor
Jaksa Negara Tak Lagi Dampingi Gibran Hadapi Gugatan Ijazah SMA, Ini Alasannya
Terungkap! Utang BLBI Jadi Biang Kerok, Ini Perkara Yang Bikin Tutut Soeharto Gugat Menkeu Purbaya