Salah satu tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu, Rismon Sianipar, menyampaikan sejumlah catatan kejanggalan berdasarkan pengamatan mata telanjang terhadap ijazah yang ditampilkan. Ia menyoroti adanya garis lurus dan bintik noda hitam yang diduganya sebagai cacat dari proses cetak digital.
Rismon membandingkannya dengan ijazah analog miliknya, "Karena itu lurus, hitam, yang saya lihat itu cacat digital printing... Belum lagi dua bintik noda hitam, noktah hitam, itu saya kira itu cacat printing."
Analisis Ahli Hukum UI: Pembuktian di Publik Tak Cukup
Prediksi Jokowi ternyata sejalan dengan pandangan dua alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ahli hukum pidana UI, Dr. Febby Mutiara Nelson, menilai menunjukkan ijazah di ruang publik tidak serta-merta menyelesaikan masalah.
"Sebenarnya menunjukkan ijazah itu juga tidak menyelesaikan masalah menurut saya, karena ijazah yang ditunjukkan itu bisa palsu, bisa juga tidak," ujar Febby. Ia menambahkan bahwa akan selalu ada ruang untuk debat baru, misalnya mengenai jenis kertas, usia kertas, dan memerlukan pemeriksaan laboratorium forensik untuk memastikan keasliannya.
Kuasa Hukum Jokowi Sudah Memprediksi
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menyampaikan hal serupa. Bahkan, pihaknya sudah memprediksi respons dari pihak penuduh sejak awal polemik mencuat. Yakup mengonfirmasi bahwa ketika ditanya apakah polemik akan selesai jika ijazah ditunjukkan, jawaban dari pihak penuduh adalah mereka akan meneliti terlebih dahulu keasliannya.
Dengan demikian, dinamika kasus ini menunjukkan bahwa penyelesaian persoalan ijazah Presiden Jokowi kemungkinan besar tidak akan berhenti pada pembuktian visual di ruang publik, tetapi memerlukan proses hukum yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan secara forensik.
Artikel Terkait
Susi Pudjiastuti: 80% Pejabat RI Bermental Maling, Benarkah? Analisis Lengkap
Demo Aceh Ricuh: TNI Amankan Bendera Bulan Bintang, Warga Tuntut Status Bencana Nasional
Doktif Tersangka Pencemaran Nama Baik Richard Lee: Kronologi & Fakta Hukum Terbaru
SBY Minta Stop Bandingkan Penanganan Banjir: Bukan Ajang Kompetisi