Meski demikian, ia mengingatkan bahwa sebagai pejabat tinggi negara, Gibran harus berhati-hati dalam setiap pernyataan maupun langkah yang diambil.
Setiap gerakan politik, sekecil apa pun, akan selalu diamati dan dimaknai oleh publik.
Dalam konteks ini, motif politik hampir tidak bisa dihindari, karena masyarakat cenderung menilai semua tindakan pejabat publik sebagai bagian dari agenda tertentu.
“Tidak ada ruang kosong dalam politik,” ujar Lili.
“Setiap ucapan atau tindakan pejabat, apalagi di level wakil presiden, akan selalu dikaitkan dengan strategi politik. Oleh karena itu, akurasi pesan dan ketepatan langkah menjadi hal yang sangat penting.”
Potensi dan Risiko dari Komunikasi Politik Modern
Langkah Gibran memilih jalur komunikasi digital lewat YouTube juga mencerminkan pergeseran gaya komunikasi politik masa kini.
Platform digital memungkinkan politisi menjangkau masyarakat luas tanpa perlu melalui media arus utama.
Kontrol narasi pun lebih besar, dan kedekatan dengan publik bisa lebih mudah dibangun secara personal.
Namun, pendekatan ini juga membawa risiko. Publik saat ini makin cerdas dan kritis. Konten yang dinilai terlalu “disusun” atau tidak autentik justru bisa memicu reaksi negatif.
Jika pesan yang disampaikan terasa terlalu dibuat-buat, maka alih-alih membangun citra, yang muncul bisa justru sebaliknya—skeptisisme.
Oleh sebab itu, konsistensi antara ucapan dan tindakan menjadi kunci utama.
Bila Gibran benar-benar ingin membangun reputasi politik yang kuat, maka pesan-pesan seperti dalam video monolog itu perlu ditindaklanjuti dengan langkah nyata yang sejalan dengan narasi yang ia bangun.
Misalnya, jika ia bicara tentang bonus demografi, maka kebijakan konkret yang mendukung generasi muda harus segera terlihat.
Kesimpulan: Antara Citra dan Konten yang Substansial
Monolog yang disampaikan Gibran Rakabuming Raka bisa dilihat dari dua sisi.
Di satu sisi, itu bisa dianggap sebagai bentuk pencitraan yang disengaja upaya membangun narasi politik pribadi.
Tapi di sisi lain, bila dipandang dari sudut komunikasi strategis, langkah ini justru menunjukkan kepiawaian Gibran dalam memanfaatkan momentum dan isu untuk memperkuat posisinya sebagai wakil presiden muda yang progresif.
Namun yang paling penting, bagaimana publik merespons upaya semacam ini akan sangat bergantung pada kesinambungan antara ucapan dan tindakan.
Bila video tersebut hanya berdiri sebagai konten visual tanpa tindak lanjut nyata, maka publik akan cepat kehilangan kepercayaan.
Sebaliknya, jika itu menjadi titik awal dari rangkaian aksi konkret untuk menjawab tantangan yang diangkat—seperti bonus demografi dan ketahanan nasional di tengah tekanan global—maka Gibran bisa mendapat kepercayaan lebih dari rakyat, terutama generasi muda yang kini menjadi penentu arah masa depan bangsa.
Sebagai wakil presiden, Gibran masih memiliki ruang dan waktu untuk membuktikan niat serta kapasitasnya. Langkah awal telah ia ambil lewat monolog tersebut.
Tinggal bagaimana langkah-langkah selanjutnya disesuaikan dengan ekspektasi publik yang terus berkembang di era keterbukaan informasi seperti sekarang.
Sumber: Gartonnews
Artikel Terkait
KPK Diminta Periksa Jokowi dan Luhut, Diduga Ada Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh
Perbaikan Jalur Rel Kaligawe Semarang 3-5 November 2025: Jadwal & Rute Alternatif
Petani di Lombok Barat Tewas Tersengat Listrik Saat Tebang Pohon Pisang, Ini Kronologinya
Ahmad Sahroni Sembunyi di Plafon Saat Rumah Dijarah Massa, Celana Dalam pun Raib