Ekonom Faisal Basri dalam banyak kesempatan menyebutkan, Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen untuk bisa menciptakan lapangan kerja yang cukup dan menurunkan angka pengangguran secara signifikan.
Dengan struktur ekonomi yang masih padat karya rendah dan berorientasi komoditas mentah, janji 19 juta pekerjaan terasa seperti menjanjikan taman di atas gurun pasir.
Yang lebih ironis, data IMF tidak hanya menyoroti besarnya angka pengangguran, tapi juga fakta bahwa penurunannya stagnan. Dari 5,3 persen pada 2023 menjadi 5,2 persen pada 2024—hanya menurun 0,1 persen.
Artinya, meski ekonomi tumbuh, ia tidak tumbuh cukup cepat atau cukup luas untuk menyentuh segmen rakyat yang menganggur. Janji pekerjaan berubah menjadi statistik kegagalan.
Situasi ini juga menelanjangi kenyataan bahwa kampanye politik kerap menjadi panggung mimpi yang tak dikawal kalkulasi.
Tidak ada strategi konkret, tidak ada model pembangunan sektor padat karya yang dirinci, dan tak tampak reformasi struktural besar yang bisa menjadi fondasi dari ledakan lapangan kerja.
Apa yang tersisa? Narasi. Retorika. Dan tentu saja: isapan jempol.
Panggung debat memang penuh dengan daya hipnosis. Namun ekonomi tidak tunduk pada imajinasi.
Ia tunduk pada produktivitas, industrialisasi, dan keberanian mengubah struktur ekonomi yang rapuh. Tanpa itu, angka 19 juta bukanlah target, melainkan ilusi.
Dan sayangnya, ilusi tidak pernah mempekerjakan siapa pun. ***
Sumber: FusilatNews
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Kritik Hendri Satrio soal Silfester Matutina Belum Dieksekusi, Sindir Penegakan Hukum Lamban
Abdul Wahid Diciduk KPK: Kisah Pilu Gubernur Riau dari Kuli Bangunan ke Jerat Hukum
Sri Sultan HB X Doakan Regenerasi Keraton Solo, Ungkap Hubungan Erat dengan Yogyakarta
Prabowo Tegaskan Tanggung Jawab Penuh atas Utang & Masa Depan Kereta Cepat Whoosh