Tiga Pukulan Yang Robohkan Karier Politik Ridwan Kamil

- Rabu, 04 Juni 2025 | 13:55 WIB
Tiga Pukulan Yang Robohkan Karier Politik Ridwan Kamil


'Tiga Pukulan Yang Robohkan Karier Politik Ridwan Kamil'


Optimisme yang mengiringi langkah Ridwan Kamil memasuki arena politik ibu kota pada 2024 berhasil menarik perhatian publik secara luas. 


Dalam penutup artikel sebelumnya berjudul "Pertaruhan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta 2024", penulis menyatakan bahwa manuver politik Ridwan Kamil di Jakarta layak mendapat perhatian serius dari pengamat politik.


Namun, realitas yang terjadi kemudian justru berupa serangkaian krisis yang mengguncang fondasi karier politiknya.


Proses keruntuhan politik Ridwan Kamil mencerminkan inversi dari konsep cognitive liberation yang diperkenalkan Doug McAdam (2022).


McAdam mendefinisikan cognitive liberation sebagai "kemampuan kelompok tertindas untuk mengenali kekuatan kolektif mereka dan memanfaatkan peluang politik". 


Namun, dalam kasus ini terjadi cognitive disillusionment atau erosi keyakinan pendukung terhadap kapasitas Ridwan Kamil sebagai pemimpin akibat akumulasi krisis.


Selain kekalahannya di Pilkada Jakarta, skandal korupsi Bank BJB dan tuduhan hubungan ekstramarital tidak hanya merusak reputasi Ridwan Kamil. 


Kondisi ini juga mengubah persepsi elite dan publik tentang ekspektasi keberhasilannya sebagai tokoh politik.


Seperti sebelumnya, artikel ini menggunakan kerangka Teori Struktur Peluang Politik (Political Opportunity Structure/POS) untuk menganalisis secara kritis bagaimana peluang politik Ridwan Kamil mengalami keruntuhan dramatis pasca kekalahan di Jakarta.


Tiga Pukulan Telak


Teori Struktur Peluang Politik mengidentifikasi empat elemen fundamental: keterbukaan sistem politik, stabilitas koalisi elite, dukungan elite, dan kapasitas represif negara. 


Dinamika politik Ridwan Kamil pasca kekalahannya di Pilkada Jakarta menjadi studi kasus yang mengilustrasikan bagaimana interaksi antar-elemen tersebut dapat menghasilkan efek domino yang mengubah lanskap politik secara drastis.


Dalam POS (Tarrow, 1991), struktur peluang politik dapat saling berinteraksi secara destruktif karena struktur peluang politik bukanlah fenomena statis melainkan dinamis yang dapat berubah dengan cepat seperti tiga pukulan beruntun yang menghantam Ridwan Kamil.


Pukulan pertama pada Ridwan Kamil dimulai pada Pilkada Jakarta 2024. Meskipun Ridwan Kamil memiliki dukungan koalisi 12 partai koalisi nasional, ia gagal mengantisipasi resistensi struktural terhadap figur non-pribumi di Jakarta.


Tarrow menjelaskan bahwa keberhasilan gerakan politik tidak hanya bergantung pada sumber daya organisasi, tetapi juga pada kemampuan "membaca dan memanfaatkan celah dalam struktur kekuasaan" (Tarrow, 2011). 


Dalam hal ini, sentimen kedaerahan berfungsi sebagai filter politik yang memoderasi efektivitas dukungan elite, mengubah keterbukaan sistem politik formal menjadi hambatan kultural yang tak terukur (Tilly & Tarrow, 2015).


Keruntuhan peluang politik Ridwan Kamil dipercepat oleh pukulan kedua dengan munculnya kasus korupsi Bank BJB pada Februari 2025. 


Kasus ini mengaktifkan mekanisme kontrol negara. Penggeledahan KPK di kediaman Ridwan Kamil bukan sekadar tindakan hukum, melainkan signaling politik kepada koalisi pendukung untuk menarik dukungan.


Charles Tilly dalam analisisnya tentang contentious politics menekankan bahwa negara memiliki kapasitas ganda sebagai target perubahan sekaligus aktor represif yang membatasi ruang gerak oposisi (Tilly & Tarrow, 2015). 


Respons cepat KPK dalam kasus ini menunjukkan konsolidasi aparatus hukum sebagai alat kontrol politik, suatu fenomena yang dalam teori POS dikategorikan sebagai state's capacity for closure (Tarrow, 2011).


Akibatnya, dukungan elite yang sebelumnya solid mulai mengalami erosi ketika risiko politik asosiatif dengan Ridwan Kamil meningkat.


Pukulan terakhir datang dari skandal pribadi yang dipicu oleh tuduhan seorang model majalah dewasa, Lisa Mariana, mengenai hubungan ekstramarital dan klaim anak hasil hubungan tersebut. Skandal ini bukan hanya isu privat, tetapi krisis legitimasi sistemik dalam konteks POS.


Cuomo (2013) menjelaskan bahwa reputasi moral menjadi modal politik intangible yang kritikal untuk mempertahankan dukungan publik berkelanjutan.


Viralnya skandal ini di media sosial menciptakan efek amplifikasi yang mempercepat erosi basis pendukung konservatif karena kelompok ini cenderung meninggalkan pemimpin ketika terjadi ketidaksesuaian antara nilai pribadi dan performa publik.


Kombinasi ketiga krisis ini yaitu kekalahan elektoral, jerat hukum, dan skandal moral telah menciptakan spiral negatif yang menutup hampir seluruh peluang politik Ridwan Kamil di masa depan.


Ketiga pukulan beruntun ini tidak sekadar menghancurkan ambisi politik Ridwan Kamil, melainkan secara fundamental mempertanyakan kredibilitasnya sebagai pemimpin publik. 


Stabilitas koalisi elite yang semula kokoh mengalami fragmentasi ketika para tokoh politik senior mulai menarik dukungan untuk menjaga reputasi mereka sendiri.


Transformasi dukungan elite menjadi sikap distansi politik mencerminkan bagaimana kalkulasi cost-benefit dalam politik dapat berubah dengan cepat. 


Ruang politik yang sebelumnya terbuka lebar kini menyempit drastis, menciptakan isolasi politik yang sulit dipulihkan.


Mengamati Reruntuhan Sang Arsitek


Keruntuhan dramatis peluang politik Ridwan Kamil merepresentasikan kompleksitas dinamika politik kontemporer yang tidak dapat direduksi pada faktor tunggal. 


Kekalahan dalam Pilkada Jakarta, jerat kasus korupsi Bank BJB, dan skandal pribadi bukan peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan rangkaian krisis yang saling mengamplifikasi dalam menciptakan spiral destruktif terhadap struktur peluang politiknya.


Analisis melalui kerangka Teori Struktur Peluang Politik mengungkapkan bahwa keruntuhan ini merupakan hasil dari interaksi dialektis antara faktor endogen (dari dalam), terutama defisit dalam manajemen integritas dan respons krisis, dengan dinamika eksogen (dari luar) berupa perubahan konfigurasi dukungan elite dan aktivasi mekanisme represif negara.


Kasus Ridwan Kamil menunjukkan bahwa struktur peluang politik dalam era digital menuntut pendekatan yang mengintegrasikan kompetensi strategis, sensitivitas kontekstual, dan konsistensi integritas personal.


Kemampuan membaca nuansa politik lokal, memelihara kredibilitas moral, dan mengelola krisis secara proaktif bukan lagi pilihan strategis, melainkan prasyarat survival politik. 


Dengan demikian, transformasi struktur peluang politik dari kondisi yang menjanjikan menjadi mengerikan dapat dihindari. ***


Sumber: Tirto

Komentar