Super Power atau Super Monster? China, Nikel, dan Kejahatan Negara oleh Presiden Jokowi!

- Senin, 09 Juni 2025 | 07:05 WIB
Super Power atau Super Monster? China, Nikel, dan Kejahatan Negara oleh Presiden Jokowi!


Super Power atau Super Monster? China, Nikel, dan Kejahatan Negara oleh Presiden Jokowi!


Oleh: Christovita Wiloto


“Pengkhianatan terbesar dalam sejarah modern Indonesia tidak datang dari luar, tapi dari dalam istana sendiri.”


Sejarah akan mencatat, bahwa dalam kurun waktu satu dekade pemerintahan Joko Widodo, dari 2014 hingga 2024, telah terjadi tragedi nasional yang amat memalukan: pengkhianatan terang-terangan terhadap kekayaan bangsa oleh pemimpin yang semestinya melindunginya. 


Presiden Jokowi, tokoh yang dielu-elukan sebagai “pemimpin rakyat,” ternyata adalah arsitek dari sistem penghisapan sumber daya nikel secara sistematis dan brutal untuk kepentingan negara asing: Republik Rakyat Tiongkok.


Yang disebut sebagai kerja sama strategis, nyatanya lebih menyerupai kolaborasi predatorik. 


Ratusan juta ton nikel diekspor secara ilegal, lewat jalur laut yang disamarkan, dengan nilai mencapai ribuan triliun rupiah. 


Tongkang-tongkang pengangkut nikel tak hanya berlayar di malam hari, tetapi juga membawa nama-nama yang mencengangkan: Tongkang JKW dan Tongkang Iriana. 


Keduanya disebut-sebut sebagai simbol keterlibatan langsung keluarga presiden dalam jaringan ekspor ilegal mineral strategis Indonesia.


Kejahatan ini bukan kejahatan sembunyi-sembunyi. Ia terjadi secara terang-benderang, dipoles dengan narasi “hilirisasi” dan “investasi.” 


Tapi di balik kemasan manis itu, terjadi pengerukan brutal terhadap kekayaan bangsa. 


Nikel Indonesia mengalir deras ke Tiongkok, tak hanya mengisi perut industri kendaraan listrik dan baja tahan karat Negeri Tirai Bambu, tapi juga membiayai ambisi geopolitik mereka. 


Yang tragis, semua terjadi dengan restu negara, bahkan—jika merujuk dokumen investigasi dan nama-nama kapal tadi—atas perintah presiden sendiri.


Jejak kehancuran dimulai ketika Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Maritim dan Investasi. Dalam tangan Luhut, Indonesia dijual habis-habisan atas nama investasi. 


Perusahaan-perusahaan tambang China digelontorkan kemudahan regulasi, insentif fiskal, hingga pemberian lahan dan tenaga kerja murah. 


Ironisnya, banyak dari tenaga kerja asing yang masuk tidak melalui jalur legal. 


Pemerintah membungkam suara-suara protes dengan narasi nasionalisme semu: “kita sedang membangun hilirisasi.”


Halaman:

Komentar