Setelah Para Jenderal Berduyun-Duyun Masuk BUMN Tambang

- Senin, 16 Juni 2025 | 14:40 WIB
Setelah Para Jenderal Berduyun-Duyun Masuk BUMN Tambang

Jika keterlibatan ini dilegalkan melalui posisi formal di BUMN, menurut Media, dampak negatifnya bisa makin masif. 


Keberadaan jenderal di BUMN bisa menimbulkan distorsi dalam struktur korporasi yang dapat menghambat budaya inovasi di lingkungan perusahaan. 


Proses adaptasi terhadap teknologi di sektor-sektor strategis pun berpotensi melambat, yang pada akhirnya menurunkan daya saing perusahaan-perusahaan tambang milik negara secara keseluruhan.


Dari sisi tata kelola, latar belakang TNI dan Polri yang berbasis instruksi serta struktur vertikal tidak adaptif terhadap dinamika pasar, baik lokal maupun global. 


Hal ini juga cenderung menghambat proses pengambilan keputusan yang terbuka dan berbasis data. 


“Karena sejatinya mereka bukan ahli di sektor pertambangan, kualitas keputusan dalam perusahaan BUMN pun dikhawatirkan menurun, yang pada akhirnya merugikan efisiensi dan profesionalisme sektor pertambangan,” ujar Media.


Penunjukan para jenderal sebagai petinggi BUMN tersebut juga terkesan sangat politis dan mengabaikan pertimbangan tata kelola perusahaan yang baik. Media khawatir BUMN akan makin terjerumus menjadi alat politik kekuasaan semata. 


“Bukan lagi sebagai entitas ekonomi yang berfokus menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan profit,” kata Media.


Menurut Media, penunjukan jenderal TNI maupun Polri di BUMN tambang bisa menciptakan ketimpangan akses usaha dan intervensi kekuasaan yang merusak persaingan sehat. 


BUMN, katanya, seharusnya berorientasi pada pelayanan publik akan dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. 


Media khawatir penunjukan para jenderal membuka ruang penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan di perusahaan negara. 


Ketidakhadiran komisaris perusahaan yang kompeten, kata Media, juga memperlemah pengawasan, ditambah dengan beban kerja ganda dan inkonsistensi regulasi yang memperburuk kepastian hukum.


Kekhawatiran yang sama diungkapkan peneliti Transparency International Indonesia, Danang Widoyoko. 


Menurut dia, posisi direktur dan komisaris BUMN seharusnya diisi oleh profesional yang memahami inti bisnis perusahaan, bukan oleh perwira militer ataupun polisi. 


Danang menekankan pentingnya aturan tegas untuk mencegah benturan kepentingan dan kerugian BUMN.


Danang juga mendorong pengawasan publik terhadap kebijakan BUMN, khususnya melalui transparansi dalam seluruh aksi korporasi. 


Menurut dia, transparansi yang selama ini hanya sebatas laporan keuangan dan laporan tahunan harus diperluas mencakup seluruh aksi korporasi agar akuntabilitas dapat ditegakkan.



Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, pun menilai penempatan perwira TNI di perusahaan negara sebagai langkah yang keliru. Ia khawatir praktik ini akan mengganggu pelaksanaan tata kelola BUMN yang baik. 


Menurut dia, mekanisme kerja militer didasarkan pada garis komando, bukan pada inisiatif dan pemikiran individual.


Karena itu, Said tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah yang menempatkan perwira TNI, polisi, ataupun aparat penegak hukum lainnya di posisi kepemimpinan BUMN. Pasalnya, BUMN membutuhkan keahlian individu dan kerja tim yang profesional.


Saat ditanya mengenai kesesuaian aturan dalam penunjukan Fadil sebagai Komisaris MIND ID, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho mengatakan belum bisa menjawabnya. 


“Nanti kami cek dulu,” katanya di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 12 Juni 2025. 


Sumber: Tempo

Halaman:

Komentar