SADIS! Aktivis Demokrasi Diancam Disiksa Usai Kritik Dedi Mulyadi, Fotonya Dipajang Diskominfo Jabar

- Senin, 04 Agustus 2025 | 19:10 WIB
SADIS! Aktivis Demokrasi Diancam Disiksa Usai Kritik Dedi Mulyadi, Fotonya Dipajang Diskominfo Jabar


Ikhwan menyatakan unggahan tersebut mengarah pada tindakan doxing (menyebarkan data pribadi tanpa izin) yang memicu serangan digital terhadap kliennya.


"Pemasangan foto tanpa izin itu kemudian memicu serangan digital yang dialami klien kami dan itu sangat kontraproduktif dengan upaya kita membangun ruang berekspresi, ruang kebebasan berpendapat yang kondusif," kata Ikhwan.


Somasi tersebut menuntut Gubernur dan Kepala Diskominfo Jabar untuk meminta maaf secara terbuka di media massa dalam waktu 1x5 hari dan menarik unggahan tersebut.


 Saat berita ini ditulis, unggahan tersebut telah dihapus dari akun Diskominfo Jabar.


Forum advokasi keterbukaan informasi, Wakca Balaka, turut mengecam tindakan Pemprov Jabar. 


Menurut mereka, pencatutan foto tersebut memberi ruang bagi pendukung gubernur untuk melakukan perundungan dan ujaran kebencian.


"Kami rasa ini tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh akun pemerintah, apalagi dilakukan oleh Diskominfo dan Humas Jabar, lembaga yang seharusnya mendidik publik dalam hal digital," kata perwakilan Wakca Balaka, Iqbal T. Lazuardi.


Sementara itu, Gubernur Dedi Mulyadi membantah telah melakukan doxing. Ia berkilah tidak menyebut nama dan hanya berniat menjawab tuduhan pengerahan buzzer.


"Saya kan harus menjelaskan dong bahwa tidak ada anggaran di Provinsi Jawa Barat untuk bayar buzzer. Kalau hari ini muncul berbagai komen atau keinginan dari warga, itu murni keinginan mereka dan saya enggak bisa larang dan enggak bisa menyuruh," kata Dedi.


Pakar komunikasi publik dari Universitas Padjajaran (Unpad), FX Ari Agung Prastowo, menyayangkan insiden ini. 


Menurutnya, kepala daerah tidak semestinya alergi terhadap kritikan dan harus memanfaatkannya untuk membangun kebijakan yang lebih baik.


"Sesungguhnya yang lebih utama atau penting adalah bagaimana menyusun kebijakan dan program itu berbasis riset," tegas Ari. 


"Artinya bahwa suara dari publik ini adalah bagian dari riset itu sendiri yang harus didengarkan, dianalisis, diwujudkan dalam program-program atau kebijakan-kebijakan di pemerintahan."


Ari mengingatkan, pekerjaan rumah bagi kepala daerah adalah menunjukkan etika komunikasi politik yang baik, terutama di ruang virtual.


"Kepala daerah harus betul-betul ikut merasakan apa yang menjadi persoalan publik," kata Ari. 


"Dengan demikian akan tercipta hubungan baik antara pemerintah dengan warganya."


Sumber: Suara

Halaman:

Komentar