Belum diketahui tanggal pasti kunjungan tersebut. Israel tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi atas kunjungan tersebut.
Szlavik mengatakan Israel kemungkinan akan membayar biaya pembangunan kamp darurat.
Edmund Yakani, ketua kelompok masyarakat sipil Sudan Selatan, mengatakan dia juga telah berbicara dengan pejabat Sudan Selatan mengenai perundingan tersebut.
Empat pejabat tambahan yang mengetahui diskusi tersebut mengonfirmasi bahwa pembicaraan tersebut dilakukan dengan syarat anonimitas karena mereka tidak berwenang untuk membahasnya secara terbuka.
Dua pejabat tersebut, keduanya dari Mesir, mengatakan kepada AP bahwa mereka sudah mengetahui selama berbulan-bulan tentang upaya Israel untuk menemukan negara yang menerima warga Palestina, termasuk kontaknya dengan Sudan Selatan.
Para pejabat Mesir mengatakan mereka telah melobi Sudan Selatan agar tidak mengambil alih warga Palestina.
Mesir sangat menentang rencana untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Gaza, yang berbatasan dengan negara tersebut, karena khawatir akan masuknya pengungsi ke wilayahnya sendiri.
AP sebelumnya melaporkan pembicaraan serupa yang diprakarsai oleh Israel dan AS dengan Sudan dan Somalia, negara-negara yang juga bergulat dengan perang dan kelaparan, dan wilayah Somalia yang memisahkan diri yang dikenal sebagai Somaliland. Status diskusi tersebut tidak diketahui.
Szlavik, yang dipekerjakan oleh Sudan Selatan untuk meningkatkan hubungan dengan Amerika Serikat, mengatakan bahwa AS mengetahui adanya diskusi dengan Israel tetapi tidak terlibat langsung.
Sementara Sudan Selatan ingin pemerintahan Trump mencabut larangan perjalanan di negaranya dan menghapus sanksi dari beberapa elit Sudan Selatan, kata Szlavik.
Pemerintah Sudan Selatan sejauh ini telah menerima delapan orang yang terlibat dalam deportasi massal yang dilakukan pemerintah AS, yang disebut merupakan upaya untuk menjilat Washington.
“Sudan Selatan yang kekurangan uang membutuhkan sekutu, keuntungan finansial, dan keamanan diplomatik apapun,” kata Peter Martell, seorang jurnalis dan penulis buku tentang negara tersebut, “First Raise a Flag.”
Badan mata-mata Israel, Mossad, memberikan bantuan kepada Sudan Selatan selama perang saudara selama puluhan tahun melawan pemerintah yang didominasi Arab di Khartoum menjelang kemerdekaan pada 2011, menurut buku tersebut.
Sumber: Republika
Artikel Terkait
Kisah Pilu Kenzie Alfarizi: Bocah Jambi Hilang 2022, Diduga Dibawa Perempuan Tak Dikenal
Demo Ricuh di DPRD Kota Bogor, Mahasiswa Sorot Kinerja Sugeng IPW
Bilqis 4 Tahun Jadi Lebih Agresif Pasca Diculik: Kronologi & Proses Trauma Healing
Lippo Group Diduga Serobot Tanah Jusuf Kalla, 4 Jenderal TNI AD dan AL Dituding Bekingi