"Bisa saja karena human error kan, kesalahan masak, mungkin makanannya penyimpanannya kurang maksimal," ujar dia.
Dalam konferensi pers itu, Pigai tidak mengucapkan kata keracunan untuk mendeskripsikan apa yang terjadi dalam kasus MBG.
Ia menyebutnya dengan penyimpangan atau deviasi.
Belakangan, program MBG menjadi sorotan karena meningkatnya jumlah keracunan makanan MBG.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat setidaknya ada 8.000 orang yang mengalami keracunan MBG.
Kasus teranyar sekaligus terbanyak terjadi di Kabupaten Bandung Barat dengan korban sebanyak 1.309 orang.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandung, Heri Pramono, menilai insiden tersebut menjadi bukti gagalnya negara dalam menjamin hak dasar masyarakat atas pangan yang sehat dan aman.
“Peristiwa keracunan akibat MBG di Bandung Barat ini bukan yang pertama, melainkan rangkaian panjang dari ribuan kasus serupa di berbagai daerah. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah tegas, maka jelas ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” kata Heri dalam keterangan tertulis, dikutip pada Sabtu, 27 September 2025.
LBH Bandung menilai negara lalai melakukan mitigasi, padahal sudah ada regulasi yang mengikat.
Pasal 64 ayat (3) UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, misalnya, mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menjaga agar bahan makanan memenuhi standar gizi dan keamanan.
Begitu juga Pasal 86 ayat (2) UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang mengatur kewajiban pemenuhan standar keamanan pangan, termasuk dalam program bantuan pemerintah.
Sumber: Tempo
Artikel Terkait
Bayi Perempuan Ditemukan Hidup dalam Goodie Bag di TPA Cipayung, Jakarta Timur
Anak Menkeu Yudo Sadewa Tawarkan Bounty Rp 167 Juta untuk Penghina Kakaknya
Wiranto Berduka: Istri, Rugaiya Usman, Meninggal Dunia di Bandung, Dimakamkan di Solo
Bantahan Fadlun Faisal Soal Curhatan Helwa Bachmid: Klaim Transfer Jutaan & Fakta Persalinan