Sejarah Panjang Partai Ka'bah di Senayan Terhenti pada Akhir Kepemimpinan Jokowi

- Jumat, 22 Maret 2024 | 06:30 WIB
Sejarah Panjang Partai Ka'bah di Senayan Terhenti pada Akhir Kepemimpinan Jokowi


Berdasarkan hasil rekapitulasi suara nasional yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai berlogo ka'bah itu hanya mendapatkan dukungan dari 5.878.777 pemilih dari 84 daerah pemilihan (dapil) yang tersebar di 38 provinsi. Dengan jumlah total 151.796.630 suara sah dalam Pemilu Legislatif atau Pileg 2024, PPP hanya mampu mengantongi 3,86% dukungan. 


Dengan kata lain, perolehan suara PPP tidak mampu melampaui angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang ditetapkan sebesar 4% oleh Undang-Undang No. 7/2014 tentang Pemilihan Umum. Artinya, partai ini tak dapat mengirimkan wakilnya ke DPR RI kendati sederet kadernya meraih suara yang signifikan di sejumlah dapil.


Kegagalan memenuhi ambang batas parlemen itu pada akhirnya memutus tren positif PPP yang selalu tembus ke Senayan sejak berdiri pada 5 Januari 1973. 


Partai yang merupakan fusi alias gabungan dari berbagai macam ideologi politik dan partai politik yang berlandaskan Islam itu misalnya berhasil meraup 99 kursi atau 27,5% dari 360 kursi parlemen pada 1977. Lima tahun berselang atau pada 1982, PPP meraih 94 kursi atau turun sebanyak 5 kursi.


Pada 1987, suara PPP makin tergerus dan hanya mengantongi 61 kursi di parlemen sejalan dengan melonjaknya suara PDI yang naik menjadi 40 kursi akibat 'Megawati Effect'.


Kendati demikian, pada pemilu 1992, suara PPP membaik melalui efek suara Golkar yang tergerus sebagai penguasa. Alhasil, PPP memperoleh kursi sebanyak 62 atau sebanyak 15,5% dari 400 kursi.


Bahkan, pada 1997 suara PPP kembali melonjak dengan memperoleh sebanyak 89 kursi atau 20,9% dari 425 kursi. Hal ini terjadi usai represi pemerintah Orde Baru terhadap PDI pro-Mega (Megawati Soekarnoputri), terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 atau Kuda Tuli.


Pada awal reformasi dengan sistem multipartai, nasib PPP tampak lebih baik. Mulai dari Pemilu 1999, mereka mendapat kursi sebanyak 58, lalu Pemilu 2004 58 suara, selanjutnya Pemilu 2009 turun menjadi 38 suara, dan pada pemilu 2014 hanya 39 kursi.


Namun pada Pemilu 2019, suara PPP kembali anjlok menjadi 29 kursi atau turun 20 kursi. Pemicunya tentu karena kisruh dan konflik internal. Pemilu 2024 jelas merupakan tantangan lain bagi PPP. Elektabilitas mereka kini hanya di kisaran 2%–3%.


Nahasnya, Pemilu 2024 menjadi akhir catatan positif PPP di kontestasi nasional lima tahunan lantaran tak mampu memenuhi ambang batas parlemen. 


Tidak ada satu pun kursi tersisa bagi PPP di kompleks DPR RI di Senayan, Jakarta. PPP, partai tertua dan rumah besar umat Islam itu kini harus terdepak dari gegap gempita politik Senayan.


DI LUAR DUGAAN


Hasil rekapitulasi penghitungan Pemilu 2024 menjadi kabar yang mengagetkan bagi sejumlah pihak. PPP tak menduga pundi-pundi suaranya tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen 4%.


Anggota Mahkamah DPP PPP, Abdullah Mansyur pun mengaku kaget dengan torehan suara yang diperoleh oleh partainya. Apalagi, ini menjadi kegagalan pertama kali dalam sejarah PPP.


“Ini sejarah dari tahun 73 berarti sudah 51 tahun, baru tahun ini PPP dinyatakan tidak lolos oleh KPU dan kami tentu kaget juga prihatin sehingga tetap akan melakukan upaya hukum untuk mengembalikan suara PPP yang hari ini diduga hilang,” ucapnya di Jalan Cemara Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024)


Dia menilai perolehan suara PPP turun signifikan dibandingkan Pileg 2019. Kala itu, PPP mampu meraih suara dari 6.323.147 pemilih atau sebesar 4,5% dari total suara sah, sedangkan pada Pileg 2024 hanya mengantongi 5.878.777 suara atau 3,8%.


Sejumlah area diklaim menjadi biang penurunan signifikan suara PPP terutama Jawa Tengah dan wilayah Kalimantan.


“Kalau kita bandingkan dengan pemilu 2019, PPP memang turun hampir 700.000 suara, dan penurunan yang signifikan memang ada di wilayah Jawa Tengah, di Kalimantan, kalau Jawa Barat kumulatif relatif stabil,” tuturnya. 


Bahkan, Abdullah Mansyur menyinggung kehadiran Sandiaga Uno sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu pun dinilai belum cukup memberikan gairah guna mendongkrak suara PPP secara signifikan.


Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa Sandiaga nantinya akan mendapatkan evaluasi dari dewan pertimbangan pusat partai. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu juga akan diharuskan menyerahkan laporan pertanggungjawaban.


“Kalau lihat data kuantitatif memang Bang Sandi efeknya belum terlihat kalau data kualitatif, ya, gitu. Buktinya ya itu tadi malah turun,” katanya.


Halaman:

Komentar