Sebab, permasalahan antara Megawati dan Jokowi lebih kompleks ketimbang permasalahan antara Megawati dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ini yang ruwet membereskannya. Karena lebih kompleks dari cerita dengan Pak SBY," ucap Agung.
Maka dari itu, menurut Agung, jika ada arahan PDI-P bergabung atau condong sebagai mitra strategis pemerintah Presiden Prabowo Subianto, itu bukan karena ada atau tidaknya Gibran.
Akan tetapi, lebih kepada menimbang dinamika politik dan kasus hukum yang sedang mengitari PDI-P jelang kongres.
Sementara itu, Agung melihat konteks bercanda Megawati dan Gibran juga merupakan bentuk kedewasaan mereka dalam berdemokrasi mengingat keduanya sedang hadir dalam acara formal seperti Hari Lahir Pancasila.
"Di luar itu, situasi formal kenegaraan yang mengemuka dan memotret keakraban para pemimpin-pemimpin bangsa penting karena mengirimkan pesan positif kepada publik bahwa elite politiknya rukun dan 'dewasa' dalam berdemokrasi," kata dia.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai momen pertemuan Gibran dan Megawati menandakan friksi yang terjadi pada Pilpres 2024 sudah berkurang.
Menurut dia, ada kemungkinan kini ketegangan antara Megawati dan keluarga Jokowi mulai memudar.
"Mungkin karena seiring dan sejalan waktu pemilu sudah berlalu hampir setahun lebih, sepertinya memang konflik politik antara PDI-P dengan Gibran dan keluarga besarnya tidak terlampau sekuat waktu pilpres," ujar Adi.
Hanya saja, ia berpandangan pertemuan Megawati dan Gibran yang terkesan akrab itu, tidak akan menyelesaikan persoalan apapun.
Salah satunya, hal ini tidak mengubah fakta bahwa Gibran dan keluarganya telah dipecat dan tidak lagi menjadi bagian dari PDI-P.
"Jadi akrab bercanda ya sekali lagi ini hanya sebatas bahasa politik yang muncul di permukaan yang mengesankan bahwa keduanya tidak setegang-tegang dulu gitu ya, tidak sekaku-kaku dulu," kata Adi.
"Tapi secara prinsip ini tidak akan mengubah apapun, tidak akan menyelamatkan apapun dalam konteks misalnya PDI-P akan memaafkan dan membuka pintu bagi Gibran dan keluarga besarnya untuk menjadi bagian dari keluarga besar PDI-P lagi," imbuh dia.
Ia juga menilai PDI-P dalam beberapa tahun ini juga tidak mungkin mengusung Gibran untuk maju pilpres mendatang.
Sebab, menurut Adi, jalan politik PDI-P bukan hanya soal kalah menang di pilpres, tetapi lebih bagaimana menjaga marwah partainya.
"Jadi bagi saya rasa-rasanya sulit dan mustahil ya kalau melihat gestur politik PDI-P hari ini untuk membuka pintu kembali kepada Gibran, apalagi mengusung (di pilpres 2029) rasa-rasanya sulit, tapi entah di kemudian hari 15 tahun lagi, 20 tahun lagi mungkin ya ketika PDI-P kadernya juga sudah lupa dengan manuver 2024, mungkin bisa memaafkan kira-kira begitu," ujar Adi.
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
MUI Galang Kekuatan Asia Pasifik Dukung Kemerdekaan Palestina, Apa Langkahnya?
Guru Madrasah Demo, Tuntutan PPPK & ASN Dijanjikan Langsung Disampaikan ke Prabowo
Gibran Absen di Pemusnahan Narkoba 214 Ton, Warganet Heboh & Bertanya-Tanya
Jokowi Pecat 4 Pejabat Ini Gegara Kritik Whoosh, Said Didu Beberkan Fakta Mengejutkan!