Gaya berpolitik Jokowi yang tak berubah itu diikuti pula oleh para pengikutnya.
Jokowi melaporkan pencemaran nama baik, fitnah, dan ujaran kebencian; mereka secara beramai-ramai ikut pula melaporkan ke segala penjuru mata angin, seperti hendak menekan penegak hukum untuk membungkam mereka yang mempertanyakan keaslian ijazah JJokowi
Ingat, laporan TPUA sejak awal hanya berupa laporan masyarakat yang sudah dijawab dan ditutup pula cepat-cepat oleh Bareskrim.
Laporan baru justru diprakarsai oleh Jokowi dan pengikutnya, sehingga ramailah kasus ini.
Jauh sekali kalau dibandingkan antara kasus dugaan ijazah palsu ini dengan kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong.
Bedanya, kalau kasus dugaan ijazah palsu ini Jokowi sendiri yang turun tangan melaporkan beserta para pengikutnya.
Sedangkan kasus Hasto dan Tom Lembong disinyalir hanya tangan-tangan Jokowi saja yang turun menangani.
Dan kasus Hasto dan Tom Lembong sudah ditutup Presiden Prabowo dengan cara pemberian amnesti dan abolisi.
Mestinya kasus dugaan ijazah palsu ini akhirnya juga akan begitu, tapi entahlah.
Agak aneh juga para pendukung Jokowi memprotes Presiden Prabowo, karena memberikan amnesti dan abolisi kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, sementara kasus dugaan ijazah palsu justru dibiarkan, bahkan tak berkomentar, kecuali waktu pertama dulu saat Jokowi belum menempuh jalur hukum.
Prabowo dinilai ingin menjadi pahlawan di mata lawan politiknya, tapi musuh bagi kawan politiknya. Ini benar-benar aneh.
Mereka seperti ingin Presiden memerintahkan aparat negara menangkap warga negara yang dianggap sudah melakukan fitnah terhadap ijazah asli mantan Presiden.
Bola di tangan Jokowi, bukan di tangan Roy Suryo Cs. Kalau pihak Jokowi mengatakan justru sebaliknya, itu keliru sekali.
Jangan sampai nanti kalau kasus ijazah ini masuk proses hukum, dan akhirnya juga diberikan amnesti atau abolisi, alangkah menghabis-habiskan energi dan waktu saja?
Tapi kalau dugaan ijazah palsu itu benar, maka memang agak sulit juga bagi Presiden Prabowo bersikap.
Sejarah kita akan mundur seketika itu juga selama hampir 20 tahun lebih. Teriakan sudah tak diperlukan lagi.
Lebih baik mengelus dada masing-masing saja sambil berkata, "inilah nasib malang dari bangsa kita." ***
Artikel Terkait
Pesan Natal Kardinal Suharyo: Seruan Pertobatan Pejabat di Tengah Maraknya Kepala Daerah Diciduk KPK
Pilkada Lewat DPRD: Hanya Akal-Akalan Elite Politik untuk Kekuasaan?
Pengakuan Yusril Ihza Mundur Demi Gus Dur Jadi Presiden 1999: Fakta Sejarah Terungkap
Hashim Djojohadikusumo Bantah Isu Lahan Sawit Prabowo: Klarifikasi Lengkap dan Fakta