"Kasus ini lama dan ramai karena masing-masing pihak tidak ada kesepahaman," katanya saat menanggapi proses penyelidikan di Polda Metro Jaya yang cenderung lambat.
Penyidik Polda Metro, menurutnya, tidak perlu terburu-buru menetapkan tersangka.
"Karena dari perdebatan-perdebatan di media dalam rangka membahas ini, banyak sekali bertebaran tindakan-tindakan pidana yang isinya ujaran kebencian, fitnah, provokasi," katanya.
Dikatakan Aryanto, dalam proses penyidikan memungkinkan ketika satu laporan polisi sudah terbukti, dan jika dalam penyidikan ditemukan tindak pidana lain, tidak perlu membuat laporan dan polisi bisa langsung mengusut tindak pidana itu.
"Untuk pembelajaran ke masyarakat, setiap tindak pidana itu harus diklarifikasi, apakah betul. Saya yakin akan banyak," katanya.
Apakah tersangka ini termasuk inisial-inisial yang sebelumnya beredar, Aryanto mengakui.
"Iya saya makin itu makin banyak," katanya.
Menurut Aryanto, jejak digital itu tidak bisa dihapus.
"Itu sudah fitnah, mengumbar provokasi, mencemarkan dan sebagainya. Saya ingatkan, negara kita negara hukum. Di atas negara hukum, perilaku yang diatur UU akan didalilkan ke proses hukum," katanya.
Rekam Jejak Aryanto Sutadi
Aryanto lahir di Gombong, Jawa Tengah, 10 Oktober 1951.
Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi merupakan seorang purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) Polri.
Meski sudah pensiun dari Korps Bhayangkara, dia masih menjadi Penasihat Ahli Kapolri bidang hukum.
Aryanto mengawali karier sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1977.
Berpengalaman dalam bidang reserse, ia pensiun dengan pangkat terakhir Irjen Polisi atau jenderal bintang 2.
Di awal kariernya sebagai anggota Polri, Aryanto pernah menjadi Staf pada Komando Kepolisian Resor Bangkalan (1971-1973), Staf pada Komando Kepolisian Resor Temanggung (1978-1984), dan Kabag Ren-Min Ops Dit Reserse Polda Metro Jaya (1986).
Kemudian, dia beralih menjadi Perwira Penghubung Protokol/Sespri (1991), Kasat Reserse Ekonomi Polda Metro Jaya (1993), Staf Pribadi Kapolri (1996) hingga Direktur Reserse Pidana Tertentu Polri tahun 2001.
Selanjutnya, Aryanto menjabat Direktur Reserse Pidana Umum Polri (2001) dan Direktur I Kejahatan Keamanan dan Trans-Nasional Bareskrim Polri (2002).
Pada 2004-2005, ia ditunjuk menjadi Kapolda Sulawesi Tengah.
Pada 2005, Aryanto dimutasi menjadi Direktur IV Narkoba dan Terorganisir Polri.
Lalu, dia menjadi Staf Ahli Kapolri Bidang Sosial Budaya (2007) dan Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2007).
Sejak 2009, Aryanti sudah menjadi Penasihat Ahli Kapolri Bidang Hukum.
Selain itu, dia juga tercatat menjadi Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
KPK Wajib Periksa Jokowi dan Luhut Terkait Kasus Korupsi Proyek Whoosh, Ini Alasannya
Update Kasus Ijazah Jokowi: Gelar Perkara Segera Digelar, Satu Terlapor Belum Diperiksa
KPK Didorong Periksa Jokowi & Luhut di Kasus Whoosh, Begini Kata Pakar Hukum
Halim Kalla Belum Ditahan, Ini Kronologi Lengkap Kasus Korupsi PLTU Kalbar yang Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun