Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen, sedangkan kuota haji reguler sebesar 92 persen.
Namun, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI mengaku menemukan kejanggalan pada pembagian tambahan kuota 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024, yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus (50:50).
"Aliran dana baik itu dalam konteks karena pembagian kuota, misalkan dari pihak pemerintah, oknum pihak pemerintah atau Kementerian Agama yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan kemudian mendapatkan sejumlah uang," kata Asep melalui keterangannya di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Asep menambahkan, KPK juga menelusuri dugaan aliran dana kepada pihak travel umrah yang menerima kuota haji khusus meski seharusnya tidak mendapatkannya, lalu menjual tiket haji tersebut untuk memperoleh keuntungan.
"Kemudian juga tentunya perusahaan-perusahaan ya, perusahaan travel dimana mereka yang seharusnya tidak menerima kuota tersebut," ucapnya.
Menurut Asep, pendalaman aliran dana ini akan menjadi dasar penetapan tersangka, baik dari oknum Kemenag maupun perusahaan agen travel haji.
Penetapan tersangka akan mengacu pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Betul, dengan menggunakan Pasal 2, Pasal 3 ada unsur kerugian negaranya yang harus kita atau harus penyidik buktikan. Kemudian, nanti siapa yang diuntungkan gitu ya dengan pasal ini, yang diuntungkan adalah tadi, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi," jelas.
Sebelumnya, kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan pada Jumat (8/8/2025) melalui surat perintah penyidikan (sprindik) umum, sehingga belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
Asep menjelaskan, penggunaan sprindik umum memberi ruang bagi penyidik untuk lebih leluasa mengumpulkan bukti sebelum menetapkan tersangka.
"Karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari beberapa pihak sehingga nanti dengan sprindik umum ini kita menjadi lebih leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).
Dengan status penyidikan, KPK memiliki kewenangan melakukan upaya paksa seperti pemeriksaan saksi, penggeledahan, dan penyitaan, yang sebelumnya tidak dapat dilakukan pada tahap penyelidikan.
"Karena tentu saja pada proses penyelidikan ini ada keterbatasan dimana dalam penyelidikan belum bisa melakukan upaya paksa penggeledahan, penyitaan, dan seterusnya sehingga kami melihat, kami perlu mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk menentukan nanti siapa yang menjadi tersangkanya," jelas Asep.
Dalam proses penyelidikan, KPK telah memeriksa sejumlah pejabat dan mantan pejabat Kemenag, serta pelaku usaha travel haji dan umrah.
Mereka antara lain mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, pegawai Kemenag berinisial RFA, MAS, dan AM, Pemilik Travel Uhud Tour Ustadz Khalid Basalamah, Sekjen AMPHURI Muhammad Farid Aljawi, serta Ketua Umum Kesthuri Asrul Aziz.
Yaqut diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (7/8/2025) selama hampir lima jam, mulai pukul 09.30 WIB hingga 14.20 WIB.
Ia mengaku dimintai keterangan terkait pembagian kuota tambahan pada penyelenggaraan haji 2024.
"Ya, alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu," jelasnya.
Namun, saat ditanya mengenai dugaan perintah pembagian kuota haji dari Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Yaqut enggan menjawab lebih lanjut.
"Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikannya, mohon maaf kawan-kawan wartawan. Intinya saya berterima kasih mendapatkan kesempatan bisa menjelaskan, mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu," tuturnya.
Sumber: MonitorIndonesia
Artikel Terkait
Sepupu Bobby Nasution, Dedy Rangkuti, Berpeluang Jadi Saksi Kunci Sidang Suap Proyek Jalan Sumut
KPK Tunggu Hasil Sidang Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut untuk Usut Bobby Nasution
Rismon Sianipar Dilaporkan Andi Azwan ke Polisi: Tuduhan TPPU hingga Keturunan PKI
Roy Suryo Dituntut Hukum: IPW Bela Polda, Bukan Kriminalisasi Ijazah Jokowi