Dalam surat dakwaan untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, peran Marliem terungkap jelas.
Ia 'dibawa' oleh mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, untuk bertemu Andi Narogong dan diperkenalkan sebagai pemasok produk AFIS.
Sejak saat itu, Marliem masuk ke dalam lingkaran "Tim Fatmawati", sebuah kelompok yang dibentuk Andi Narogong untuk mengatur semua proses tender proyek e-KTP agar dimenangkan oleh Konsorsium PNRI.
Dari proyek tersebut, Johannes Marliem disebut sebagai salah satu pihak yang diperkaya, dengan menerima keuntungan sebesar USD 14,88 juta dan Rp25,24 miliar.
Namun, di sisi lain, ia juga menjadi orang yang memegang semua rahasia kelam di balik bancakan uang rakyat tersebut.
Upaya Mencari Perlindungan yang Terlambat
Fakta yang semakin menguatkan adanya tekanan besar terhadap Marliem adalah upayanya menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebelum ia tewas.
Wakil Ketua LPSK saat itu, Lili Pintauli Siregar, mengungkapkan bahwa Marliem sempat berkomunikasi dengannya pada akhir Juli 2017.
Meskipun percakapan masih di tahap awal dan belum masuk ke substansi, Marliem menunjukkan respons yang baik dan sempat mengungkapkan kekhawatirannya.
Sayangnya, komunikasi itu terputus sebelum Marliem sempat mengajukan permohonan perlindungan secara resmi.
Tak lama berselang, kabar kematiannya yang mengejutkan datang dari Amerika Serikat.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK untuk bekerja sama dengan otoritas di AS guna menyelidiki penyebab kematian Marliem.
ICW menilai ada kejanggalan dalam momentum kematiannya yang terjadi persis saat kasus e-KTP sedang panas-panasnya.
Meski demikian, KPK menyatakan bahwa penyidikan kasus e-KTP tidak akan berhenti.
Juru Bicara KPK saat itu, Febri Diansyah, menegaskan bahwa KPK tidak bergantung pada satu saksi saja dan sudah memiliki bukti permulaan yang cukup kuat.
Hingga kini, misteri kematian Johannes Marliem tetap menjadi babak kelam dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tewasnya saksi kunci dengan bukti rekaman yang begitu masif menyisakan pertanyaan abadi: apakah ia menyerah pada tekanan, atau ada skenario besar yang sengaja menghentikan langkahnya untuk selamanya?
Sumber: Suara
Artikel Terkait
KPK Pastikan Penyidikan Kasus Korupsi Kuota Haji Kemenag Berjalan, Kerugian Negara Triliunan
Polda Metro Jaya: Ijazah Asli Jokowi Berstatus Barang Bukti, Dikecualikan dari Informasi Publik
AKBP Rossa Purbo Bekti Dilaporkan ke Dewas KPK, Diduga Hambat Pemeriksaan Bobby Nasution
KPK Tegaskan Bobby Nasution Belum Terlibat Kasus Suap PUPR Sumut