“Di luar negeri tidak ada pelajaran PPKN, Pendidikan Pancasila, atau Sejarah Indonesia. Itu sebabnya ijazah SMA Republik Indonesia sangat penting, apalagi untuk menjadi presiden atau wakil presiden,” tegasnya.
Refly bahkan melabeli kondisi ini sebagai sebuah "cacat bawaan" dalam konteks kepemimpinan nasional.
Ia berpendapat bahwa idealnya, seorang calon pemimpin tertinggi negara seharusnya menempuh pendidikan dasar minimal sembilan tahun di dalam negeri.
Tujuannya agar pemahaman mendalam mengenai identitas, nilai-nilai, dan sejarah bangsa telah tertanam kuat sejak usia dini.
Melihat adanya kekosongan hukum terkait isu ini, Refly Harun mendorong agar persoalan ini tidak berhenti di pengadilan perdata.
Ia menyarankan langkah hukum yang lebih strategis, yaitu mengajukan Judicial Review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah ini dianggap krusial untuk menciptakan kepastian hukum dan menafsirkan aturan perundang-undangan yang hingga kini belum secara jelas dan eksplisit mengatur perbedaan antara ijazah SMA dari dalam dan luar negeri untuk syarat pencalonan pejabat publik.
“Ini wilayah abu-abu. Karena undang-undang tidak secara eksplisit membedakan ijazah SMA dalam negeri dan luar negeri. Jadi Judicial Review penting dilakukan,” tandasnya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi di Polda Metro: Jadwal, Tersangka & Kronologi Lengkap
Skandal Solar Murah Rp 2,5 Triliun: Kejagung Diduga Tak Serius Usut Tuntas Kasus Erick Thohir, Boy Thohir, Franky Widjaja
Polda Jabar Profiling Adimas Firdaus Resbob, Terkait Ujaran Kebencian ke Suku Sunda yang Viral
Wagub Jabar Minta Polisi Tangkap Adimas Firdaus, Pemilik Akun Resbob Penghina Suku Sunda