Prosesi Mendadak dan Pemberian Restu Spontan
Tedjowulan mengaku baru mengetahui adanya prosesi pengikraran dan penobatan Hangabehi saat dirinya diminta menjadi saksi di tengah keramaian. Karena banyak yang maju untuk melakukan sungkem, ia akhirnya memberikan restu secara spontan. Meski demikian, ia menegaskan bahwa sejak awal dirinya sama sekali tidak mengetahui rencana penobatan yang dilakukan secara mendadak tersebut.
Ia juga membantah pernah diajak berdiskusi mengenai penetapan hari penobatan. Komunikasinya dengan Ketua Lembaga Dewan Adat, GKR Wandansari Koes Murtiyah, pun dinyatakan tidak membahas pemberitahuan resmi tentang prosesi tersebut.
Penegasan untuk Semua Pihak dan Harapan ke Depan
Menanggapi klaim tandingan dari KGPH Purbaya, Tedjowulan kembali menekankan bahwa suksesi yang sah hanya bisa dilakukan setelah masa berkabung minimal 40 hari. Oleh karena itu, klaim dari kedua pihak dinilainya belum memiliki legitimasi adat yang kuat.
Tedjowulan berharap semua pihak dapat mengedepankan kerukunan dan kembali duduk bersama untuk bermusyawarah menentukan masa depan Keraton Surakarta. Ia menyatakan kesiapannya untuk membuka komunikasi dengan semua pihak, termasuk kubu KGPH Purbaya. Proses penentuan penerus takhta, tegasnya, harus berjalan sesuai adat tanpa tergesa-gesa untuk menyusun visi keraton ke depan.
Artikel Terkait
Dosen UIM Diberhentikan: Kronologi Lengkap & Sanksi Usai Viral Ludahi Kasir Makassar
UMP DKI 2026 Rp5,7 Juta vs Tuntutan Buruh Rp6 Juta: Analisis Lengkap dan Dampaknya
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Ditangkap KPK: Kronologi, Modus Ijon, dan Analisis Integritas
Ritual Zikir di Candi Prambanan Viral, Pengelola Tegaskan Hanya Ibadah Hindu yang Diizinkan