UMP DKI 2026 Rp5,7 Juta vs Tuntutan Buruh Rp6 Juta: Analisis Lengkap dan Dampaknya

- Selasa, 30 Desember 2025 | 00:00 WIB
UMP DKI 2026 Rp5,7 Juta vs Tuntutan Buruh Rp6 Juta: Analisis Lengkap dan Dampaknya

UMP DKI 2026 Naik ke Rp5,7 Juta, Buruh Tuntut Rp6 Juta: Pertarungan Definisi "Hidup Layak"

Oleh: Rosadi Jamani

Pemerintah seringkali dinilai lebih mendengarkan suara pengusaha daripada suara buruh. Padahal, tanpa tenaga kerja, roda industri tidak akan berjalan. Untuk memperjuangkan kenaikan upah yang layak, buruh seringkali harus turun ke jalan dan berdemo.

Pada Senin, 29 Desember 2025, Jakarta dan Bandung menjadi pusat unjuk rasa besar dengan sekitar 20.000 buruh menuntut Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar Rp6 juta. Tuntutan ini dianggap sebagian kalangan elite sebagai mimpi, namun bagi buruh, angka tersebut adalah syarat minimum untuk bertahan hidup di tengah tingginya biaya hidup.

Kenaikan UMP DKI 2026 dan Realita Biaya Hidup

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan UMP 2026 sebesar Rp5.729.876, atau naik sekitar 6,17%. Meski disebut sebagai kenaikan tertinggi di Indonesia, kenaikan ini dinilai tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras, sewa rumah, listrik, transportasi, dan biaya pendidikan yang telah terjadi lebih dulu.

Bagi banyak buruh, kenaikan upah ini terasa seperti tambal sulam yang tidak menyelesaikan masalah pokok: ketidakmampuan upah memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sepenuhnya.

Inti Persoalan: Perhitungan KHL dan Faktor Alpha

Buruh menuntut UMP Rp6 juta yang dihitung berdasarkan 100% Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Selama ini, perhitungan upah minimum menggunakan faktor alpha (seperti 0,75) yang mengurangi persentase KHL dalam rumus penetapan upah. Praktik ini dipersepsikan sebagai pemotongan terhadap hak hidup layak buruh demi pertimbangan ekonomi makro.

Dengan kata lain, terdapat kesenjangan antara definisi "layak" dalam regulasi dan definisi "layak" dalam realita hidup sehari-hari para pekerja.

Halaman:

Komentar