Pemilu. Presiden berkewajiban memastikan penyelenggaraan pemilu
yang berintegritas untuk memastikan penggantinya adalah sosok yang
berintegritas. Selain itu, sebuah jabatan publik (terlebih Presiden yang
merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi) terikat
dengan prinsip dasar yang harus dipatuhi. Pejabat publik disumpah
untuk menjabat sepenuh waktu sehingga seharusnya memang tidak
ada aktivitas lain selain aktivitas yang melekat pada jabatan.
Berdasarkan hal diatas, maka secara filosofis posisi Presiden adalah
pejabat publik yang terikat sumpah jabatan dan harus berdiri di atas dan
untuk semua kontestan. Dengan demikian, secara filosofis, aktivitas
untuk kampanye sekalipun dilakukan saat cuti adalah tidak tepat.
Ketiga, dari sudut pandang etis (dan teknis). Sumpah jabatan
penyelenggara negara, termasuk presiden, adalah setia pada
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Kesetiaan ini harus diwujudkan
dalam segala aktivitasnya. Bahkan, meskipun Presiden diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik, saat dirinya menjabat menjadi
Presiden, dirinya wajib tunduk pada rakyat bukan pada partai politik
pengusung. Di luar itu, Joko Widodo, selalu akan dipersonifikasi
sebagai presiden dalam aktivitas apapun. Bahkan aktivitas keseharian
yang tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan
sekalipun. Oleh karenanya, penyelenggaraan pemerintahan seperti
pembagian bantuan sosial akan secara langsung maupun tidak
langsung “dianggap” oleh sebagian masyarakat sebagai “bantuan
Jokowi”. Faktanya, kondisi ini diperparah dengan adanya kesengajaan
dari Presiden dan sebagian menterinya untuk memposisikan “bantuan
sosial” ini sebagai “bantuan Jokowi"
Baca Juga: KPU Kota Bogor Rampung Terima Semua Surat Suara Pemilu 2024
Berdasarkan hal-hal di atas, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat
Muhammadiyah menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya
yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal
pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak.
2. Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu
taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.
Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan
tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih
dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.
3. Meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk
meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih
terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun
tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: fokussatu.id
Artikel Terkait
Oknum Polisi Tebo Tewaskan Dosen Wanita di Bungo, Motif Asmara dan Perampokan Terungkap
Mahasiswa Tewas Dikeroyok di Masjid Agung Sibolga, Kronologi dan Pelaku yang Ditangkap
Menteri Agama: Madrasah Masa Depan Wajib Kuasai Robotika & Sains
Banjir Bekasi Landa 3.548 Warga, BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem hingga 7 November