Pendanaan Danantara Diragukan: Mirip Strategi Jokowi, Ujungnya Tetap Ngutang!

- Selasa, 18 Februari 2025 | 17:20 WIB
Pendanaan Danantara Diragukan: Mirip Strategi Jokowi, Ujungnya Tetap Ngutang!

PARADAPOS.COM - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan diluncurkan pada 24 Februari 2025 mendatang. 


Namun demikian, hal itu tetap saja menuai sorotan. Bahwa Danantara itu disebut akan dimodali lewat pemotongan anggaran.


Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean, turut menyoroti kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp600 triliun. 


"Anggaran 2025 itu defisit 600 T (kalau tidak salah)," kata Ferdinand, di X @ferdinand_mpu, Selasa (18/2/2025).


Menurut Ferdinand, penghematan sebesar Rp350 triliun yang direncanakan tidak akan mampu menutupi defisit tersebut. 


"Jadi penghematan 350 T tak mampu berbuat apa-apa, tetap saja utang nantinya," katanya melanjutkan.


Pun, dia juga menyoroti bahwa APBN 2025 awalnya diproyeksikan mencapai Rp3.600 triliun dengan defisit Rp600 triliun. 


APBN 2025 awalnya diproyeksikan Rp3600 T dengan defisit Rp600 T," tandasnya.


Dengan kondisi tersebut, lantas anak buah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu mempertanyakan bagaimana penghematan anggaran bisa menjadi modal tanpa harus berutang. 


"Jadi penghematan yang mana bisa jadi modal? Tetap ngutang," ungkapnya.


👇👇


TAGS


Sementara itu, Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Laksono, juga melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi yang diwariskan oleh mantan Presiden Jokowi ini. 


Dia menyoroti program efisiensi anggaran yang disebut-sebut untuk mendukung program makan gratis sebesar Rp70 triliun.


"Efisiensi anggaran sering dikatakan demi program makan gratis (70 triliun)," ujar Dandhy di X @DandhyLaksono, Selasa (18/2/2025).


Padahal, kata dia, anggaran terbesar justru dialokasikan untuk Danantara, yang mencapai Rp325 riliun. 


Bagi Dandhy, cara ini mirip dengan strategi yang digunakan oleh Jokowi dalam Undang-Undang Cipta Kerja.


Isu pengangguran dijadikan alasan untuk meloloskan kebijakan yang justru memperkuat oligarki dan konglomerasi. 


"Trik ini dipakai Jokowi, mencatut nasib pengangguran untuk meloloskan UU yang memperkuat oligarki dan konglomerasi pakai narasi Cipta Kerja," beber Dandhy.


Alih-alih menciptakan lapangan kerja, Dandhy justru melihat bahwa pasca-implementasi UU tersebut, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin sering terjadi.


"Setelah UU ini kita lebih sering dengar kabar PHK," tegasnya.


Tak hanya itu, Dandhy juga menyoroti sejumlah kasus keuangan negara seperti Jamsostek, Asabri, Tapera, hingga rencana pemerintah yang sempat mengincar dana haji dan wakaf. 


"Dengan rekam jejak kasus Jamsostek, Asabri, gagasan Tapera, sampai mengincar dana haji dan wakaf," imbuhnya.


Dandhy bilang, kebijakan Danantara bisa berpotensi menjadi bentuk baru dari "fraud terpimpin" di bawah kendali kekuasaan. 


"Danantara bukan hanya kapitalisme terpimpin, juga berpotensi jadi fraud terpimpin," tandasnya.


Halaman:

Komentar