Menutup Isu Rakyat: Pagar Laut, Gas Melon, Danantara dan Oplosan Pertamax, Siapa Bermain di Balik Semua Narasi?
Catatan Komunikasi Aendra Medita
DI tengah polemik proyek pagar laut di proyek Strategi Nasioan (PSN), PIK 2 yang menuai banyak kritik, perhatian publik tiba-tiba diarahkan ke isu kelangkaan gas melon (LPG 3 kg) yang lenyap dan makan korban.
Isu makin meluas ini kemudian berkembang menjadi rencana penggantian gas tak bersubsidi oleh MenESDM.
Belum tundas juga atau masih mengambang. Muncul Danantara yang super body lembaga kebal banyak kekeuatan, bahkan dua manta presiden jadi dewan penasehtannya.
Fantastis memang negeri ini, kerja 100 hari saja sudah di klai bahawa 80% publik sudah piuas. Tapi “ndasmu yang terujar yang tak layak dari seorang pemimpin menadi bukan-bulanan sampai kini.
Lalu diperumit muncul korupsi besar ditemukan Kejasaan bahwa dengan pemberitaan tentang oplosan yang terjadi disarang penyamun Pertamina.
Pola seperti ini bukan hal baru dalam komunikasi politik—ketika satu isu besar berpotensi mengguncang kebijakan atau kepentingan tertentu, isu lain yang lebih dekat dengan keseharian masyarakat tiba-tiba menguasai pemberitaan. Dan publik riuh….
Muncul pertanyaan, apakah ini sekadar kebetulan atau ada upaya sistematis untuk mengalihkan perhatian publik? Pola Komunikasi dalam menutup Isu adalah cara yang umum terjadi.
Dalam dunia komunikasi massa, terdapat strategi yang sering digunakan oleh penguasa atau pemegang kepentingan untuk mengontrol opini publik.
Salah satu cara yang paling umum adalah pengalihan isu (issue distraction), di mana fokus masyarakat diarahkan dari isu kritis ke isu yang lebih populis. (Saat ini bahasanya ada viral)
Menurut Noam Chomsky dalam Manufacturing Consent, media sering kali digunakan untuk membentuk persepsi publik sesuai dengan kepentingan elite.
Begitu juga dengan Walter Lippmann, yang menyebut bahwa opini masyarakat bisa dikendalikan melalui framing media.
Jika kita melihat dalam konteks pagar laut dan gas melon, strategi yang digunakan tampaknya mengikuti pola berikut: Menciptakan Isu yang Lebih Dekat dengan Publik.
Pagar laut adalah proyek besar dengan dampak jangka panjang, tetapi sulit dirasakan secara langsung oleh masyarakat awam. Makan ditutup oleh melon.
Kendati tak begitu kuat, karena tak jadi dan mengembalikan ke harga awal gas melon, sebaliknya, gas melon adalah kebutuhan sehari-hari.
Jika terjadi kelangkaan atau perubahan harga, efeknya langsung terasa. Akibatnya, publik lebih tertarik membahas gas melon daripada mempertanyakan proyek pagar laut.
Adanya Pembingkaian Narasi (Framing), media ramai memberitakan bagaimana gas melon sulit didapat, harga naik, dan ada kemungkinan digantikan oleh Pertamina. Seiring waktu, berita ini mendominasi media, sementara isu pagar laut menuju semakin tenggelam.
Publik menjadi lebih sibuk membahas bahaya gas oplosan daripada mempertanyakan apa yang terjadi dengan proyek pagar laut.
Menggunakan Isu Tambahan untuk Memperkeruh Situasi setelah isu gas melon mendapat perhatian besar, Lantas muncul berita baru tentang Danantara, gas melon seolah lupa.
Artikel Terkait
Banjir Jakarta 2025: Penyebab & Kritik untuk Pramono Anung
Dukung Bareskrim! IPW Soroti Kerugian Negara Rp 1,08 Triliun dari Tambang Emas Ilegal di Lombok
Strategi Partai Perindo Dongkrak 130 Juta Warga Naik Kelas Ekonomi
Hary Tanoe: Partai Perindo Akan Jadi Partai Besar, Ini Kuncinya!