Membedah 'Rencana Rahasia' di Balik Revisi UU TNI
Pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dikebut Dewan Perwakilan Rakyat meski sejak awal tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional 2025. Adakah rencana rahasia di baliknya?
Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) meski menuai penolakan dari publik. Ketika massa berdemonstrasi di luar pagar, pada saat yang sama: rapat paripurna DPR menyepakati RUU itu pada Kamis (20/3/2025) pagi.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta publik tak curiga.
“Jangan ada prasangka dulu, mari kami sama-sama baca dengan baik setelah UU ini disahkan," katanya kepada jurnalis.
Puan menjelaskan prajurit TNI tetap dilarang berbisnis hingga menjadi anggota partai politik.
“Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota parpol, dan ada beberapa lagi, itu harus," ujarnya.
TNI aktif hanya boleh menempati jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga. Yang lain harus mengundurkan diri dari kedinasan atau pensiun.
Namun, publik publik sejauh ini masih belum mendapatkan draf revisi UU TNI yang disahkan tersebut. Rencana revisi beleid ini sejak awal juga tidak masuk dalam daftar prioritas legislasi nasional 2025.
Peneliti Kebijakan Publik dan Militer, Made Supriatma, mengatakan ada sesuatu yang lebih penting dibanding kekhawatiran militer akan menduduki jabatan sipil jika Undang-Undang TNI direvisi.
Sebab, militer masuk ranah sipil itu sudah lebih dulu dilaksanakan jauh sebelumnya. Bagi Made, masalah lebih penting adalah mendefinisikan ulang komando teritorial.
“Sebenarnya komando teritorial ini penting tidak? Ini tidak bisa kita hapuskan sehingga TNI secara struktural dari tingkat pusat sampai desa strukturnya masih utuh,” katanya dalam diskusi virtual Di Balik Pasal-Pasal Revisi UU TNI di akun X @dirtyvote, Rabu (20/3/2025) malam.
Made menyoroti klaim TNI bahwa komando teritorial adalah bagian dari doktrin perang Indonesia. Padahal, doktrin ini masih bisa dikaji ulang.
Komando teritorial menempatkan satuan TNI di berbagai tingkatan, dari Komando Daerah Militer hingga Komando Rayon Militer.
Selain itu, Made juga mengulas perubahan usia pensiun dalam revisi UU TNI. Pasal 53 menetapkan batas pensiun: bintara dan tamtama 55 tahun, perwira hingga kolonel 58 tahun, perwira tinggi bintang satu 60 tahun, bintang dua 61 tahun, dan bintang tiga 62 tahun.
Untuk jenderal bintang empat, batas usia pensiun adalah 63 tahun. Namun, presiden bisa memperpanjangnya dua kali, masing-masing satu tahun.
Made membandingkan dengan negara lain. Di Amerika Serikat, usia pensiun militer hanya 42-45 tahun.
“Tentara memerlukan basis kekuatan fisik. Menembak saja susah. Butuh orang muda dan kuat,” tuturnya.
Ia menduga penambahan usia pensiun itu ada kaitan dengan rencana penambahan 22 Komando Daerah Militer (Kodam) baru di Indonesia yang akan selesai dibangun pada 2029.
Menurut dia, jika wacana itu bakal terlaksana, setiap provinsi yang berjumlah 38 akan memiliki Kodam tersendiri.
Tak cuma itu, tiap Kodam membutuhkan dua Komando Resor Militer (Korem). Di bawahnya paling tidak ada 10 Komando Distrik Militer (Kodim).
“Tentu kebutuhan prajurit akan membesar. Ini akan menjadi pertimbangan untuk menaikkan usia pensiun?” ucap Made.
“Penambahan 22 Kodam itu jauh memperbesar personel TNI.”
Postur TNI juga makin lebar dengan rencana pembentukan 100 batalion teritorial pembangunan pada 2025. Hal ini sebelumnya diungkap Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat pada November 2024.
Menurut Made, rencana tersebut bakal melahirkan kompi-kompi pertanian hingga perikanan, yang salah satu tugasnya seperti menanam padi. Bagi dia, ini sesuatu yang janggal.
“Dalam tradisi TNI dan juga di mana pun di dunia, saya tidak pernah melihat tentara bertani. Di mana-mana tentara tugasnya berperang,” katanya.
Batalion-batalion itu akan berada di bawah Kodim. Sementara itu, Kodim juga membawahkan dua batalion komite cadangan–warga sipil yang diberi latihan militer.
Alhasil, setiap Kodim akan memiliki tiga batalion. Made menilai hal itu menyalahi kaidah: batalion seharusnya di bawah Kodam atau Korem tipe A.
Sedangkan dari sisi warga sipil, kehadiran batalion yang personelnya bertugas tanam padi hingga pelihara ikan akan membuat persaingan di akar rumput. Misal, merebut air hingga pupuk yang kerap langka.
Artikel Terkait
Prabowo Buktikan Komitmen Anti-Korupsi: Rp13,25 Triliun Kerugian Negara CPO Dikembalikan
Misteri 2 Kerangka di Gedung ACC Kwitang Terbakar: Suara Rintihan Minta Tolong hingga Dugaan Korban Demo
Ahmad Sahroni Ungkap Detik-detik Sembunyi di Plafon Saat Rumahnya Dijarah Massa
Cak Imin Dituding Retorika Murahan Soal Alfamart & Indomaret, Benarkah Ritel Raksasa Bunuh UMKM?