JOKOWI: 'Lebih Baik Ngaco Daripada Ngaku'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Ada satu kalimat yang tampaknya pas menggambarkan sikap Joko Widodo dalam menghadapi isu ijazahnya yang sempat mengguncang ruang publik: lebih baik ngaco daripada ngaku.
Kalimat ini tidak hanya mencerminkan arah respons yang inkonsisten, namun juga mengandung semacam refleksi keengganan seorang pemimpin untuk berhadapan langsung dengan substansi kritik.
Isu mengenai keabsahan ijazah Jokowi sejatinya telah lama bergulir.
Namun, baru menjadi bola panas ketika permintaan untuk memperlihatkan dokumen akademiknya diajukan secara resmi dalam jalur hukum dan kemudian dipicu kembali oleh sikap publik yang menuntut transparansi.
Alih-alih menjawab dengan lugas dan tegas, Jokowi memilih untuk menjawab dengan nyinyir.
Ia menyebut isu itu sebagai “gorengan murahan”, “fitnah”, dan “tidak masuk akal”.
Satu paket respons emosional yang lebih cocok digunakan oleh seorang pengguna media sosial ketimbang oleh kepala negara.
Namun publik, tentu saja, tak gampang dibungkam dengan label-label. Karena substansi bukan soal gorengan, tapi transparansi.
Maka tuntutan pun berlanjut: Kalau memang ijazah itu asli, tunjukkan. Kalau tidak ingin menunjukkan, apa yang disembunyikan?
Respons berikutnya justru makin membingungkan. Jokowi akhirnya menunjukkan ijazahnya, tapi dengan syarat: tidak boleh difoto.
Seolah-olah ijazah itu dokumen rahasia negara yang hanya bisa disentuh oleh mata yang terpilih.
Padahal, yang ditanyakan publik bukan sekadar “ada atau tidak”, melainkan keaslian dan keterverifikasiannya.
Membatasi dokumentasi hanya menguatkan kecurigaan: mengapa seorang mantan presiden takut ijazahnya difoto?
Artikel Terkait
Fakta Gadai Mobil Pajero untuk Selamatkan Bilqis dari Suku Anak Dalam
Menteri Keuangan Purbaya Ungkap Modus Pencatutan Harga Impor: Barang Rp 45 Juta Dicatat Cuma Rp100 Ribu
Oknum Brimob Aniaya Mantan Pacar di Binjai: Kronologi & Proses Hukum Terbaru
Wamenag Zainut Tauhid Saadi Minta Gus Elham Hentikan Aksi Cium Anak Perempuan yang Viral