Program MBG diketahui telah berlangsung sejak 6 Januari 2025, namun belum digelar di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah sendiri telah menargetkan program prioritas Presiden Prabowo itu mampu menyasar 82,9 juta penerima hingga akhir tahun dengan total anggaran yang disiagakan mencapai Rp171 triliun.
Berdasar data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga 29 April 2025, anggaran yang telah dicairkan untuk program MBG mencapai Rp2,3 triliun.
Sedangkan jumlah penerima manfaat telah mencapai 3,26 juta orang.
Bhima menilai pemerintah semestinya meningkatkan standarisasi dan pengawasan untuk memastikan tidak ada kasus keracunan.
Bukan berwacana mengadakan asuransi yang justru berpotensi menambah beban anggaran negara.
"Asuransi itu kurang tepat, karena MBG program bantuan sosial. Pemerintah seharusnya memastikan 0 kasus keracunan. Itu tanggung jawab pemerintah dengan dana pengawasan yang sudah dialokasikan via APBN," jelasnya.
Selain itu, Bhima juga khawatir jika wacana ini terealisasi akan menurunkan kualitas MBG. Sebab ada anggaran yang terpangkas untuk membiayai premi asuransi.
“Oleh karena itu wacana ini harus ditolak,” ujarnya.
Pasar Baru Industri Asuransi
Pendapat serupa disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.
Ia menilai bahwa pemberian asuransi bagi penerima program MBG tidak sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Apalagi, kata Timboel, pemerintah juga telah memiliki program jaminan kesehatan nasional atau JKN, yakni BPJS Kesehatan yang seharusnya dimaksimalkan.
"Jadi nggak usah pakai asuransi lagi, untuk apa?" tutur Timboel.
Timboel curiga ada motif lain di balik wacana ini. Bukan semata memberikan perlindungan bagi penerima program MBG, ia menduga tujuan utamanya justru untuk membuka pasar baru bagi industri asuransi swasta.
“Ini kan kesannya membuka pasar untuk asuransi swasta. Ngapain, hanya menghamburkan biaya,” jelasnya.
Selain menolak pengadaan asuransi, Timboel menyarankan moratorium atau penundaan sementara program MBG.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan evaluasi dan mencari metode yang tepat di tengah permasalahan yang muncul selama pelaksanaan program MBG.
Apalagi setelah adanya kasus keracunan di Bogor hingga ditetapkan sebagai KLB.
“Ini harus menjadi keseriusan pemerintah bahwa satu daerah sudah menyatakan KLB. Kan bisa saja nanti potensi terjadi di daerah-daerah lain."
Menurut Timboel, sudah selayaknya MBG dimoratorium sementara waktu untuk mencari metode baru yang lebih efisien dan tepat sasaran.
"Jangan dipaksakan, saran saya lakukan moratorium sebentar untuk cari solusi dan metode baru yang lebih tepat sasaran dan aman,” katanya.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Soedjono Hoemardani: Kisah Jenderal Dukun dan Penasihat Spiritual Soeharto
Video Penistaan Al-Quran Viral: Analisis Bahaya dan 4 Langkah Bijak Menyikapinya
Bripda G Polda Sumut Penganiaya Pengendara Motor Didiagnosis Skizofrenia, Ini Faktanya
BGN Tak Hentikan 41 Dapur MBG Milik Putri Wagub DPRD Sulsel, Ini Kata Pejabat