Jejak Aguan Bikin Babak Belur Raja Ampat!

- Minggu, 08 Juni 2025 | 08:40 WIB
Jejak Aguan Bikin Babak Belur Raja Ampat!




PARADAPOS.COM - Jejak kejahatan Aguan ternyata bukan hanya ditorehkan secara jelas di proyek PIK 2. 


Akan tetapi, di Raja Ampat yang babak belur oleh tambang Nikel, rupanya ada jejak Aguan di dalamnya.


"Biang kerok rusaknya pesona Raja Ampat salah satunya adalah karena ulah tambang nikel  PT Kawei Sejahtera Mining. Di perusahaan ini, ada Nama Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi yang juga anak buah Aguan, menjabat sebagai Direktur Utama," kata Ahmad Khozinudin, sastrawan politik dalam keterangan terbukanya, Minggu (8/6/2025).


Jejak Aguan, kata dia, bukan hanya terendus melalui Freddy Numberi, melainkan juga pada nama komisaris perusahaan pemilik izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya ini.


Pada akta notaris PT Kawei Sejahtera Mining tanggal 2 Februari 2021, juga ada nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan ini. 


Nono Sampono adalah Direktur Utama Agung Sedayu Group, entitas bisnis properti milik Aguan yang menggarap proyek PIK-2 di Banten.


"Bahkan, sosok hantu perampas tanah rakyat Banten yakni Ali Hanafiah Lijaya orangnya Aguan, juga duduk sebagai salah satu komisarisnya. Lengkap sudah, jejak para jongos Aguan di perusahaan perusak Raja Ampat ini," jelasnya.


Ada yang berpendapat, kalaupun Raja Ampat harus rusak, masih bisa ditolerir jika manfaat tambang nikel itu memberikan manfaat kepada rakyat Papua. 


Akan tetapi yang terjadi di Raja Ampat, alam Papua dirusak, rakyat Papua tetap dicekik pajak, sementara keuntungan dari tambang nikel hanya dinikmati oleh Oligarki China.


Ada video anak Papua yang menarik, yang beredar di sosial media. Diantara kutipannya "Kami orang kecil, yang tak mampu menuliskan undang undang. Kami tahu arti kehilangan. Udara segar lebih berharga ketimbang uang"


Ada beberapa substansi dari pernyataan ini, yang patut dijadikan renungan bagi kita semua, untuk mencari resolusi bagi kemaslahatan negeri.


"Pertama, kita tidak memungkiri bahwa otoritas pembentuk UU adalah manusia, dengan akalnya, yang direpresentasikan DPR dan eksekutif. Pemerintah, pada akhirnya tidak membuat UU berdasarkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan para pemilik modal (kapitalis)," ungkapnya.


Sehingga, tambah dia, sejatinya dalam sistem demokrasi yang berdaulat bukan rakyat melainkan modal. 


Penguasaan SDA termasuk tambang oleh Oligarki, adalah bukti kongkrit bahwa negeri ini sedang melayani Oligarki selaku pemilik kedaulatan, bukan melayani rakyat.


"Kedua, Oligarki kapitalis dalam sistem Kapitalisme hanya berorientasi pada materi, tak memperhatikan alam, lingkungan bahkan rakyat. Mereka, hanya mengekploitasi alam untuk keuntungan pribadi dan Korporasinya," jelasnya.


Sedangkan Negara, ungkapnya, justru menjadi pelayan korporasi kapitalis dengan dalih melayani rakyat. 


Contoh kongkritnya di Papua, dimana pembangunan infrastruktur (jalan) sejatinya bukan untuk melayani rakyat Papua, melainkan untuk mempermudah arus logistik untuk menunjang eksploitasi tambang Nikel disana.


"Luar biasa jahat. Nikelnya dirampok. Untuk mempermudah perampokan, dibangunkan jalan yang diambil dari pajak rakyat. Sudah tak kebagian Nikel, alam nya rusak, rakyat Papua masih harus membayar pajak untuk membangun jalan, guna memperlancar proses perampokan nikel," katanya.


Ketiga, lanjut dia, masalah Raja Ampat di Papua ini, yang dirusak alamnya oleh kerakusan korporasi Nikel, sejatinya juga terjadi di berbagai pertambangan di wilayah NKRI. 


Karena sistem Kapitalisme yang diadopsi Negara, menjadikan kekayaan alam Indonesia surga bagi para oligarki.


Karena itu, negeri ini butuh sistem lain. Sistem yang akan memotong tangan para kapitalis dan oligarki, melakukan intervensi pada kekuasaan dan pemerintahan. 


"Sistem yang mengalihkan Kedaulatan rakyat kepada kedaulatan Allah SWT, dimana UU yang berasal dari Allah SWT tak akan bisa diubah oleh oligarki. Oligarki tak akan bisa mengubah yang halal menjadi haram, atau sebaliknya menjadikan yang haram menjadi halal," tuturnya.


Dalam sistem Islam, sektor tambang dengan deposit melimpah seperti tambang Nikel di Raja Ampat, haram dikelola pribadi atau korporasi. 


Seluruh tambang yang terkategori 'Al Milkiyatul 'Ammah' (harta milik umum), wajib dikelola Negara.


"Negara, akan mengelola tambang dan mengembalikan manfaatnya kepada seluruh rakyat selaku pemiliknya. Bukan seperti dalam sistem Kapitalisme, negara membebaskan korporasi mengelola tambang, merusak alam dan menyengsarakan rakyat," bebernya.


Hanya saja, meskipun Negara menjadi wakil umat untuk mengelola tambang, tidak semua tambang yang ada di eksploitasi. 


Penjagaan alam dan keberlangsungan peradaban manusia, lebih diutamakan ketimbang sekedar mengeruk cuan.


"Artinya, Negara tak akan mengeksploitasi tambang jika hal itu berdampak merusak lingkungan dan peradaban. Apalagi, merusak Surga Dunia, sebagai karunia Allah SWT seperti yang ada di Raja Ampat," ucapnya.


"Apakah kita tidak tertarik, untuk mengelola negeri ini dengan Islam? Setelah sekian lama, negeri ini dirusak oleh sistem Kapitalisme, dan hanya membuat kaya raya para Oligarki? Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" [QS: Al-Ma'idah ayat 50]," tutupnya.


Sumber: MonitorIndonesia

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini