Bantahan-bantahan itu justru memperkuat persepsi publik bahwa Bobby berada di lingkaran kasus ini.
Koordinator Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) Hidayat Chaniago menyebut sudah waktunya Bobby “beres-beres”.
“KPK wajib memanggil Bobby untuk menjelaskan siapa saja yang terlibat. Kalau memang bersih, ia bisa membantu membongkar praktik-praktik kotor yang memburukkan nama Sumut,” kata Hidayat.
Sumatera Utara memang punya rapor merah soal korupsi.
Data SAHdaR menunjukkan provinsi ini peringkat pertama secara nasional dalam jumlah perkara korupsi sepanjang 2024, dengan 153 kasus dan kerugian negara Rp1,05 triliun.
Rapor E-Katalog dan Modus Lama
Kasus ini juga menyingkap celah besar dalam sistem e-katalog yang selama ini diklaim sebagai alat pencegah korupsi.
Wana dari ICW menyebut bahwa para tersangka justru memanipulasi sistem ini untuk memenangkan penyedia yang sudah mereka atur sebelumnya.
“E-katalog sering jadi kedok ‘legal’ untuk melegitimasi pemenang yang sudah diatur,” ujarnya.
Catatan ICW bahkan menyebut sejak 2019 hingga 2023 ada 1.189 kasus korupsi pengadaan barang/jasa, dengan kerugian negara Rp47 triliun.
Topan, bersama empat tersangka lain, diduga menjanjikan suap 10–20 persen dari nilai proyek kepada sejumlah pihak untuk memastikan pemenangan tender.
Jalan Panjang ke Pengadilan
Pengusutan kasus ini tampak baru di permukaan.
Besarnya nilai proyek, tebalnya uang suap, keterlibatan oknum ASN dan swasta, hingga relasi politik dengan Bobby sebagai gubernur menjadikannya ujian besar bagi KPK yang sedang diuji integritasnya setelah berbagai kontroversi.
Dalam kasus-kasus serupa sebelumnya, KPK biasanya memulai dari bawah lalu merangkak ke atas.
Jika keterangan para tersangka dan bukti-bukti mengarah ke Bobby, tidak tertutup kemungkinan ia akan segera duduk di ruang pemeriksaan.
Sementara itu, publik menanti jawaban Bobby: apakah ia akan membantu mengurai kusut perkara ini, atau ikut terseret menjadi bagian dari pusaran korupsi yang sudah membusuk sejak lama di Sumatera Utara.
Jika ia tetap membantah tanpa mampu menunjukkan langkah-langkah nyata membersihkan birokrasi, predikat “siap-siap masuk bui” yang kini ramai di media sosial bisa menjadi nubuat yang perlahan jadi nyata.
Sumber: LiraNews
Artikel Terkait
John Micklethwait Bloomberg Sebut Joko Wikodo, Salah Ucap Nama Jokowi
Cara Menulis Artikel SEO yang Benar untuk Meningkatkan Peringkat di Google
75.000 Pil Ekstasi Ditemukan di Mobil Kecelakaan, Lencana Polri di Kursi Sopir Hebohkan Publik
Salam Social Resmi Hadir: Jejaring Sosial Muslim Aman & Nyaman di Indonesia