PARADAPOS.COM - Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus, narasi lama soal Soekarno sebagai mandor romusa kembali mencuat ke permukaan.
Foto dan video yang kerap dibagikan di media sosial menampilkan sosok Soekarno berdiri di atas gundukan pasir, mengenakan topi jerami dan celana pendek, dengan satu tangannya menunjuk ke arah barisan para romusa.
Bagi sebagian orang, gambar itu terlihat seperti manipulasi sejarah. Namun, faktanya gambar itu asli.
Ini diambil dari film propaganda Jepang pada 1944 yang secara khusus dibuat untuk mengampanyekan program romusa.
Soekarno memang tampil di dalamnya, bersama Mohammad Hatta dan Adam Malik. Kedua nama yang disebut terakhir kelak menjadi wakil presiden RI.
Tujuan film itu dibuat agar rakyat Indonesia bersedia menjadi romusa.
Harapannya, bila mereka melihat para pemimpin besar tampil mendukung, maka rakyat akan ikut serta. Strategi itu, pada akhirnya, terbukti cukup berhasil.
Namun, di balik keberhasilan propaganda itu, tersimpan tragedi besar. Program romusa tak ubahnya kerja paksa yang brutal.
Mereka dipekerjakan siang dan malam di bawah pengawasan militer Jepang dan kerap kali disertai penyiksaan.
Di Bayah, Lebak, misalnya, pengerahan romusa untuk membangun jalur kereta api memakan korban jiwa hingga 90 ribu orang.
Tak heran, banyak yang menyalahkan Soekarno. Dia dicap sebagai mandor romusa dan kolaborator Jepang.
Namun bagaimana sebenarnya Soekarno menyikapi tuduhan itu?
Jawabannya bisa ditemukan dalam autobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).
Dalam buku itu, Soekarno tidak membantah keterlibatannya.
Artikel Terkait
Kebijakan Kontroversial Sanae Takaichi: Pernyataan Taiwan dan Wacana Ubah Prinsip Non-Nuklir Picu Protes
Wakapolri Akui Respons Polisi Lambat, Masyarakat Beralih ke Damkar
RUU KUHAP Disahkan: 6 Poin Kontroversial & Dampaknya bagi Masyarakat
Pungli Ratusan Juta di SDN 021 Tarai Bangun Terbongkar Bermula dari Guru Banting Nasi Kotak