Kereta Cepat Warisan Jokowi Bikin Negara Rugi Triliunan Rupiah, Bos KAI Bisa Apa?

- Kamis, 21 Agustus 2025 | 12:30 WIB
Kereta Cepat Warisan Jokowi Bikin Negara Rugi Triliunan Rupiah, Bos KAI Bisa Apa?

PARADAPOS.COM - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, masih terus menjadi beban keuangan bagi sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ikut serta di dalamnya, meskipun jalur tersebut sudah resmi beroperasi.


Bahwa dalam Laporan Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero) per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dipublikasikan di situs resminya, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia atau PT PSBI sebagai entitas anak usaha KAI, mencatkan kerugian hingga Rp 4,195 triliun pada 2024. 


Kerugian terus berlanjut di tahun ini. Sepanjang semester I-2025, PT PSBI juga merugi sebesar Rp 1,625 triliun.  


PT PSBI merupakan pemegang saham mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). 


Kerugian yang diderita KCIC, termasuk pembayaran utang, harus ditanggung PT PSBI sebagai pemegang saham. 


Imbasnya, keuangan 4 BUMN Indonesia yang jadi pemegang saham PT PSBI, ikut menanggung beban kerugian triliunan tersebut. 


PT PSBI adalah perusahaan patungan empat BUMN Indonesia yang terlibat dalam proyek Kereta Cepat Whoosh. 


PT KAI sebagai pemimpin konsorsium, memegang saham terbanyak 58,53 persen di PT PSBI setelah mendapat penugasan pemerintah. 


Pemegang saham lainnya PT PSBI adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA menggenggam saham 33,36 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar 7,08 persen, dan PTPN VIII sebesar 1,03 persen. 


Sementara dari pihak China, bergabung lima perusahaan dalam konsorsium China Railway meliputi China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, serta China Railway Signal and Communication Corp. 


Dua konsorsium dari masing-masing negara, China Railway dan PT PSBI, kemudian membentuk PT KCIC. 


PT PSBI sebagai perwakilan pihak Indonesia memegang 60 persen saham KCIC, sedangkan 40 persen sisanya dikuasai konsorsium China.


Halaman:

Komentar