Menurutnya, Airlangga belum mampu menyentuh dan menyelesaikan masalah-masalah fundamental ekonomi seperti korupsi yang merajalela dan birokrasi yang berbelit, yang menjadi penghambat utama kemajuan ekonomi nasional.
3. Sri Mulyani (Menteri Keuangan)
Sosok yang selama ini dikenal sebagai teknokrat ulung, Sri Mulyani, juga tak luput dari kritik keras.
Bhima menilai kualitas Sri Mulyani sebagai teknokrat telah menurun drastis karena dianggap terlalu akomodatif terhadap semua permintaan Prabowo tanpa melakukan kontrol anggaran yang ketat.
Sri Mulyani juga dinilai tidak memiliki keberanian untuk melakukan renegosiasi utang dan dituding lebih memihak kepentingan kreditor daripada nasib rakyat yang menanggung beban utang tersebut.
4. Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian)
Di sektor pangan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga mendapat catatan merah.
Meskipun kerap mengklaim terjadi surplus beras, faktanya harga beras di pasaran masih melambung tinggi dan sulit dijangkau oleh masyarakat.
Bhima menilai Amran kurang berjuang keras untuk meningkatkan alokasi subsidi pupuk, padahal pupuk adalah komponen vital yang sangat dibutuhkan oleh para petani untuk meningkatkan produktivitas mereka.
5. Zulkifli Hasan (Menko Pangan) dan Erick Thohir (Menteri BUMN)
Dua menteri ini dikelompokkan bersama karena perannya dinilai "ada dan tiada". Fungsi dan wewenang mereka dianggap telah tergerus oleh kebijakan lain.
Zulkifli Hasan sebagaiMenteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia dianggap kurang mengambil tanggung jawab dalam carut-marut masalah pangan yang seharusnya menjadi domain utamanya.
Sementara itu, peran Erick Thohir sebagai Menteri BUMN disebut telah tergerus signifikan sejak fungsi kontrol BUMN kini berada di tangan Danantara, lembaga super holding baru.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Strategi PSI 2029: Dapat Dukungan Penuh Jokowi Setelah 2 Kali Gagal?
Pemakzulan Gus Yahya? Kronologi Lengkap Kontroversi Israel hingga Surat PBNU
Misteri Kematian Dosen Untag Semarang: Fakta Hubungan dengan AKBP Basuki dan Peringatan Rekan
KPK Tegaskan Uang Rp 300 Miliar ke Taspen Bukan Pinjaman Bank, Tapi Hasil Rampasan Korupsi