Polemik ini memanas seiring terungkapnya utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membengkak hingga Rp118 triliun. Ironisnya, setelah beroperasi, kereta api super cepat ini justru mencatatkan kerugian diperkirakan mencapai Rp4,1 triliun per tahun.
Ubedilah mengaku sejak awal telah menentang proyek ini karena dianggap sebagai bisnis yang tidak masuk akal dan bukan merupakan kebutuhan mendesak masyarakat. Kekhawatirannya kini terbukti, dimana ia memproyeksikan kerugian akan terus membengkak, dengan perkiraan kerugian di semester pertama tahun 2025 saja sudah mencapai sekitar Rp1,6 triliun.
Dengan kondisi keuangan yang terus merugi triliunan rupiah setiap tahun, muncul pertanyaan besar mengenai kemampuan Indonesia melunasi utang yang mencapai Rp118 triliun. Ubedilah menyebut situasi ini sebagai bom waktu yang siap meledak kapan saja, mengutip pernyataan dari pimpinan kereta cepat tersebut.
Artikel Terkait
Ahmad Sahroni Wisuda S3, Disertasinya yang Kini Jadi Sorotan Publik Usai Dulu Viral Gara-gara Ijazah Nilai 6
Anak Menkeu Kritik Pendidikan Pesantren: Sistem Feodal dan Budaya Penghormatan Berlebihan di Ponpes Lirboyo
Kronologi Lengkap Kasus Dina Oktaviani, Karyawati Alfamart Tewas Diduga di Tangan Atasan
Prabowo Ditetapkan sebagai Presiden Perdamaian Dunia: Apa Artinya bagi Indonesia?