Ubedilah mengkhawatirkan, jika restrukturisasi ditolak, China berpotensi mengambil alih (take over) pengelolaan Kereta Cepat Whoosh. Skenario ini disamakan dengan nasib Uganda yang nyaris kehilangan kendali atas Bandara Internasional Entebbe.
"Kalau kemudian restrukturisasi enggak bisa, kalau mentok, mungkin akan di-take over oleh [China]. Kereta Cepat Whoosh akan menjadi milik China selama-lamanya," tegasnya. Ia menegaskan hal ini sama dengan menjual kedaulatan Republik, karena transportasi umum merupakan jalur vital bagi negara.
Ancaman Jangka Panjang bagi Kedaulatan
Peringatan ini tidak berhenti pada kereta cepat. Ubedilah mengkhawatirkan efek domino, di mana bandara dan pelabuhan strategis berikutnya bisa saja dikuasai asing jika skema utang serupa terus berlanjut.
"Kalau semua wilayah strategis dikuasai oleh negara asing, kita seperti enggak punya kedaulatan!" ujarnya. Situasi ini dinilai sangat berbahaya, terutama jika negara berada dalam kondisi krisis atau perang.
Ubedilah mengaku sejak awal termasuk dalam kelompok yang kontra terhadap pembangunan proyek ini. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab kebijakan ini, termasuk peralihan mitra dari Jepang ke China, berada di pundak Presiden Joko Widodo.
Artikel Terkait
Jet Tempur China Ini Akan Tingkatkan Kekuatan TNI AU di 2024!
MUI: Hentikan Saja Xpose Trans7 Tidak Cukup, Harus Ada Sanksi Lebih Tegas!
Menkeu Purbaya Blak-blakan Beberkan Isi WA Larangan Danai Ponpes Al Khoziny Pakai APBN, Ini Alasannya!
Mayat Pria Ditemukan di Toilet ITC Fatmawati, Mulut Bersimbah Darah!