Kerangka hukum KCJB didasarkan pada UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, namun implementasinya justru dipenuhi ambiguitas. Perpres No. 93 Tahun 2021 dan PMK No. 89 Tahun 2023 saling tumpang tindih, melemahkan kontrol publik dan membuka celah penyimpangan fiskal.
Pelanggaran terhadap asas transparansi dan akuntabilitas dalam proyek ini juga berpotensi melanggar UU Tipikor, terutama terkait kerugian keuangan negara. Putusan Mahkamah Agung sebelumnya, seperti No. 964 K/Pid.Sus/2018, telah menegaskan bahwa pembayaran proyek infrastruktur tanpa evaluasi transparan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Dampak dan Langkah Reformasi yang Diperlukan
Kegagalan transparansi dalam proyek KCJB bukan hanya persoalan administratif, melainkan pelanggaran struktural terhadap prinsip negara hukum. Untuk memulihkan integritas hukum, diperlukan langkah-langkah tegas:
- Audit forensik menyeluruh oleh BPK dan KPK
- Revisi atau pencabutan regulasi yang tumpang tindih
- Penerapan penuh UU KIP termasuk akses terhadap kontrak KCIC
- Penegakan hukum tanpa intervensi politik
Transparansi bukan hanya tentang moralitas birokrasi, melainkan pilar utama demokrasi konstitusional. Tanpa transparansi, hukum kehilangan martabat dan negara kehilangan legitimasinya.
Sumber artikel asli: https://firmantendrymasengi.blogspot.com/2024/12/transparansi-hukum-dan-krisis-negara.html
Artikel Terkait
Jokowi Ungkap Alasan Sebenarnya di Balik Kereta Cepat: Bukan Soal Laba, Ini Misi Utamanya!
Jokowi Buka Suara Soal Whoosh: Bukan Cari Laba, tapi Untung Sosial untuk Rakyat
Jokowi Terima Tawaran Menarik Xi Jinping untuk Proyek Kereta Cepat: Ini Dampaknya bagi Indonesia!
Dicegah Masuk Indonesia! Dua Buronan Interpol Asal Pakistan Gagal Kabur ke Nusantara