Whoosh Rugi Triliunan? Ini Solusi Demokratisasi BUMN Sesuai Amanat Konstitusi

- Rabu, 29 Oktober 2025 | 12:25 WIB
Whoosh Rugi Triliunan? Ini Solusi Demokratisasi BUMN Sesuai Amanat Konstitusi

Analisis Kereta Cepat Whoosh: Kerugian BUMN dan Solusi Demokratisasi

Polemik kerugian Kereta Cepat Whoosh (KCJB) kembali mencuat, disusul dugaan mark-up biaya investasi dan beban kerugian operasional yang besar. Mantan Presiden Joko Widodo membela kebijakan ini dengan menyatakan kerugian tersebut wajar bagi BUMN karena proyek ini memiliki keuntungan sosial.

Pernyataan ini dinilai berbahaya karena menormalisasi kerugian uang rakyat dengan dalih manfaat sosial yang tidak terukur. Proyek raksasa seperti Whoosh diduga lahir bukan dari kebutuhan transportasi riil masyarakat, melainkan dari ambisi politik dan kebanggaan teknologi. Proyek ini lebih menyerupai monumen kebijakan daripada solusi publik yang tepat guna.

Dalih keuntungan sosial karena mempercepat mobilitas dianggap tidak relevan. Harga tiket Whoosh yang mahal, jaringan rute yang terbatas, dan aksesibilitasnya yang hanya menjangkau segelintir kelompok menengah atas membuat klaim manfaat sosial menjadi tidak berdasar. Skema pendanaan proyek yang menggabungkan Penyertaan Modal Negara (PMN), pinjaman luar negeri, dan investasi BUMN membuat seluruh risiko ditanggung oleh rakyat, sementara kontrol berada di tangan elite.

Masalah Sistemik BUMN Indonesia

Tekanan kerugian dan defisit arus kas akibat beban utang tidak hanya dialami KCJB, tetapi juga sebagian besar BUMN Indonesia. Data terbaru menunjukkan, dari 47 BUMN pada 2024, tujuh di antaranya merugi. Total aset BUMN per 31 Desember 2024 mencapai Rp10.950 triliun, dengan modal sendiri hanya Rp3.444 triliun. Ini berarti utang BUMN mencapai Rp7.506 triliun, atau lebih dari dua kali lipat dari modal sendiri.

Secara konsolidasi, BUMN tertekan oleh beban angsuran utang dan bunga yang tinggi. Potensi keuntungan untuk negara hilang tersedot untuk membayar kreditur. Situasi ini bahkan mengancam kepemilikan negara melalui potensi divestasi atau pengurangan saham (dilusi).

Selama ini, kontribusi laba BUMN ke negara banyak disokong oleh sektor perbankan, yang justru banyak menerima subsidi dan penempatan dana pemerintah. Kasus seperti Garuda Indonesia, Jiwasraya, dan kini Whoosh menjadi cermin kegagalan sistemik tata kelola BUMN, yang disertai dengan menurunnya tingkat transparansi keuangan.

Solusi Demokratisasi BUMN Sesuai Amanat Konstitusi

Halaman:

Komentar