Otoritas komunikasi Malaysia menyatakan dalam pernyataan resmi mereka bahwa pembatasan konten di media sosial bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peningkatan kejahatan online yang signifikan, bukan untuk menghambat pandangan yang berbeda.
Laporan Meta menunjukkan bahwa konten yang diminta untuk diblokir di Malaysia berkaitan dengan kritik terhadap pemerintah, judi ilegal, ujaran kebencian, ras dan agama, penipuan keuangan, serta tindak perundungan.
Selain Meta, TikTok juga mengungkapkan pembatasan konten dari pemerintah Malaysia.
Dalam laporan yang dirilis bulan lalu, TikTok menyebut ada 340 permintaan blokir konten selama Januari-Juni 2023 yang berdampak pada 890 postingan dan akun TikTok.
Malaysia merupakan negara yang paling banyak meminta pembatasan konten dari TikTok di antara negara-negara Asia Tenggara lainnya, menurut laporan dari platform media sosial asal China tersebut.
Menteri Komunikasi Malaysia, Fahmi Fadzil, menegaskan bahwa tindakan pemerintah biasanya dipicu oleh keluhan langsung dari masyarakat. Ia menolak tuduhan bahwa pemerintah memblokir konten yang mengkritik pemerintah di media sosial.
Pada Oktober lalu, Fahmi menyatakan bahwa TikTok belum cukup efektif dalam menanggulangi konten negatif di platformnya dan tidak mematuhi aturan yang berlaku di Malaysia. TikTok berkomitmen untuk lebih aktif dalam mematuhi regulasi setempat setelah pertemuan dengan pemerintah.
Artikel asli: unews.id
Artikel Terkait
ICW Laporkan Korupsi Pengurangan Porsi Makanan Haji Rp 255 M, Serahkan 3 Nama Terduga Pelaku
VIRAL Aksi Penghapusan Mural One Piece di Sragen, TNI Klaim Sukarela Tapi Kok Dikawal dan Diawasi?
Pengibar Bendera One Piece Diburu Aparat, Soleh Solihun: Kalau Bendera Ormas sama Parpol Boleh
Fantastis! Dilaporkan Tom Lembong, Lonjakan Harta Kekayaan Hakim Dennie Arsan Fatrika Jadi Sorotan